Rabu 30 Mar 2022 10:01 WIB

Serangan Udara Rusia Hancurkan Gudang Makanan Ukraina

50 ribu ton makanan, terutama ikan, daging ayam, dan buah yang disimpan telah hancur.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Citra satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies ini menunjukkan kerumunan orang di luar toko kelontong di Mariupol, Ukraina, Selasa (29/3/2022). Sebuah gudang makanan di kota Brovary, utara Ukraina yang hancur dalam serangan Rusia.
Foto: Maxar Technologies
Citra satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies ini menunjukkan kerumunan orang di luar toko kelontong di Mariupol, Ukraina, Selasa (29/3/2022). Sebuah gudang makanan di kota Brovary, utara Ukraina yang hancur dalam serangan Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Sebuah gudang makanan di Kota Brovary, utara Ukraina yang hancur dalam serangan Rusia. Otoritas Ukraina pada Selasa (29/3) memperingatkan bahwa, serangan terhadap gudang makanan dapat menyebabkan bencana ekologis.

Kementerian Pertahanan Ukraina membawa wartawan ke gudang pendingin di Brovary, yang dihancurkan oleh serangan udara Rusia pada 13 Maret. Wali Kota Brovary, Igor Saposhka, mengatakan, sebanyak 50 ribu ton makanan, terutama ikan, daging ayam, dan buah-buahan yang disimpan di gudang itu telah hancur.

Baca Juga

Dilansir Anadolu Agency, Rabu (30/3),  pihak berwenang berusaha membersihkan sisa makanan yang hancur sehingga bencana ekologis tidak terjadi di wilayah tersebut. Dalam sebuah pernyataan, pejabat di gudang makanan itu mengatakan, bau busuk dari makanan yang telah hancur menyebar di sekitar area tersebut. Hal ini dapat menyebabkan bencana ekologis jika hujan turun atau cuaca memanas.

Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP), David Beasley pada Selasa (29/3) memperingatkan, perang di Ukraina mengancam akan menghancurkan upaya WFP untuk mendistribusikan makanan kepada sekitar 125 juta orang secara global. Beasley menyebut Ukraina merupakan salah satu lumbung pangan dunia.

"Ini tidak hanya menghancurkan Ukraina dan kawasan secara dinamis, tetapi akan memiliki dampak konteks global melampaui apa pun yang telah kita lihat sejak Perang Dunia Kedua," ujar Beasley kepada 15 anggota Dewan Keamanan PBB.

Beasley mengatakan, 50 persen dari biji-bijian yang dibeli oleh WFP berasal dari Ukraina. Selain itu, krisis pangan diperparah oleh kurangnya produk pupuk yang berasal dari Belarus dan Rusia.

“Petani adalah garda terdepan. Jika Anda tidak ada pupuk, hasil panen akan berkurang setidaknya 50 persen. Jadi, kami melihat apa yang bisa menjadi bencana di atas bencana di bulan-bulan mendatang," ujar Beasley.

Sebelum Rusia melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina pada 24 Februari, WFP sudah berjuang dengan harga bahan bakar, harga pangan, dan biaya pengiriman yang tinggi. Hal ini memaksa WFP untuk memotong jatah pangan untuk jutaan orang di beberapa negara, seperti Yaman.

"Jika konflik di Ukraina tidak berakhir maka dunia akan membayar harga yang mahal," kata Beasley.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menolak tuduhan bahwa tindakan Moskow di Ukraina telah menyebabkan "turbulensi serius" di pasar makanan global. Dia justru menyebut sanksi Barat terhadap Rusia menjadi penyebab gangguan pasokan global.

Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengatakan sanksi Barat tidak memicu krisis pangan global. "Tanggung jawab untuk mengobarkan perang di Ukraina, dan untuk efek perang terhadap keamanan pangan global adalah (tanggung jawab) pada Presiden (Vladimir) Putin," kata Sherman.

Baca juga : Rusia Tingkatkan Pembalasan dengan Tawaran Pembelian Eurobond dalam Rubel

Rusia menyatakan, operasi militer khusus bertujuan untuk menghancurkan infrastruktur militer Ukraina. Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang sangat menyesalkan serangan Rusia di Ukraina. Majelis Umum PBB menuntut Rusia menarik pasukannya dari Ukraina. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement