REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengupayakan penyuluh agama non-pegawai negeri sipil (non-PNS) mendapat honorarium setara upah minimal provinsi (UMP) atau kabupaten/kota.
"Saat ini Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam mengupayakan pemenuhan honorarium tersebut dengan mengusulkan tambahan anggaran untuk penyuluh non-PNS agar berstandar upah minimal provinsi dan kabupaten kota," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI yang diikuti dari Jakarta, Senin (24/1/2022).
Yaqut mengatakan saat ini para penyuluh agama non-PNS hanya menerima honorarium sekitar Rp 1 juta rupiah per bulan. Angka itu tidak sebanding dengan tugas dan fungsi mereka yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Apalagi, kata dia, penyuluh agama memiliki peranan strategis dalam memperkuat kehidupan beragama. Menurutnya, tugas penyuluh agama meliputi agen moderasi, penjaga moral, dan penjaga akidah serta akhlak masyarakat sehingga peranannya strategis sebagai corong terdepan Kementerian Agama.
"Tentu (honor Rp 1 juta) masih jauh untuk memenuhi kebutuhan, ditambah beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya cukup banyak," kata dia.
Ia mengatakan jika penyuluh agama diberikan honorarium yang memadai, mereka akan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerja dan dapat membantu Kemenag mewujudkan program penguatan moderasi beragama. "Dengan harapan kiprah kinerjanya akan terus dapat ditingkatkan demi terwujudnya capaian RPJMN Nasional 2020-2024, khususnya program penguatan moderasi beragama," kata dia.