Selasa 09 Nov 2021 14:19 WIB

Terdakwa Pria dengan IQ 69 akan Dieksekusi Mati di Singapura

PBB minta Singapura tunda eksekusi mati warga Malaysia dengan IQ 69.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Hukuman Mati/ilustrasi
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Sekelompok pakar hak asasi manusia (HAM) PBB meminta Singapura menunda eksekusi mati warga Malaysia yang dijadwalkan sore ini. Terdakwa dinyatakan bersalah atas penyelundupan narkoba ke Singapura.

Namun para pakar PBB mengatakan Nagaenthran Dharmalingam memiliki disabilitas intelektual dengan IQ 69. Laki-laki berusia 33 tahun itu dijadwalkan digantung Rabu (10/11) besok. Tapi pengadilan menunda eksekusinya sambil mendengar banding pada sidang Selasa (9/11) ini.

Baca Juga

Sebelumnya pengadilan menolak argumen eksekusi Nagaenthran melanggar konstitusi Singapura. Sebab ia memiliki kelainan intelektual. "Kami sangat prihatin bila banding ditolak maka ia akan segera dieksekusi," kata pakar HAM PBB dalam pernyataan mereka.

Singapura memiliki undang-undang narkoba paling keras di dunia. Pakar independen PBB meminta hukuman mati Nagaenthran diringankan sesuai dengan undang-undang hak asasi manusia internasional.

Nagaenthran ditahan sejak April 2009 karena menyeludupkan 42,72 gram diamorfin atau herion murni yang diikat di pahanya. Aktivis dan pengacaranya M Ravi mengatakan intelektual Nagaenthran dapat dikategorikan disabilitas mental.

Ia memiliki gangguan lain yang berdampak pada pengambilan keputusan dan pengendalian impulsnya. Sebelumnya pihak berwenang mengatakan pengadilan Singapura puas Nagaenthran mengetahui apa yang ia lakukan.

Kasus ini menarik perhatian internasional termasuk miliuner Inggris dan aktivis anti-hukuman mati Richard Branson. Ia meminta Singapura untuk mengampuni Nagaenthran.

Organisasi HAM Amnesty International mengatakan masih ada 'secercah harapan'. Meski Nagaenthran sudah hampir kehabisan waktu. "Untuk memenuhi standar-standar internasional atas keadilan, proses banding tidak boleh dilakukan terburu-buru, tapi harus memberi kesempatan berarti untuk mempertimbangkan kembali kasus Nagaenthran," kata peneliti Singapura, Rachel Chhoa-Howard.

Kantor berita Malaysia, Bernama melaporkan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob juga sudah mengirimkan permintaan tertulis pada Perdana Menteri Lee Hsein Loong untuk memberi keringanan pada Nagaenthran.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement