Senin 05 Jul 2021 15:53 WIB

Jateng Catat 1.706 Pelanggaran Selama Tiga Hari PPKM Darurat

Mayoritas masyarakat disebut masih abai dengan protokol kesehatan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
Petugas gabungan mengimbau pedagang untuk menutup kiosnya saat penerapan jam operasional Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat di pasar Adiwinangoen Ngadirejo, Temanggung, Jateng, Ahad (4/7/2021). Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan menyatakan seluruh pedagang di lima pasar tradisional di kabupaten Temanggung bersedia mematuhi pembatasan jam operasional pasar hanya sampai jam 14.00 WIB guna menekan laju penularan COVID-19.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Petugas gabungan mengimbau pedagang untuk menutup kiosnya saat penerapan jam operasional Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat di pasar Adiwinangoen Ngadirejo, Temanggung, Jateng, Ahad (4/7/2021). Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan menyatakan seluruh pedagang di lima pasar tradisional di kabupaten Temanggung bersedia mematuhi pembatasan jam operasional pasar hanya sampai jam 14.00 WIB guna menekan laju penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Sebanyak 1.706 pelanggar terjaring dalam operasi justisi penegakan peraturan selama pelaksanaan PPKM Darurat, di berbagai daerah di wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Pj Sekda Provinsi Jawa Tengah, Prasetyo Aribowo mengatakan, pedagang kaki lima (PKL), aktivitas area publik, dan operasional pertokoan menjadi penyumbang pelanggaran tertinggi.

“Secara umum pelanggaran oleh PKL ada 713, kegiatan di area publik 350 pelanggar dan pertokoan 269 pelanggar,” ujar Prasetyo di Gedung A lantai 2 Pemprov Jawa Tengah, Semarang, Senin (5/7).

Pelanggaran lainnya, juga ditemukan di pasar-pasar tradisional, mal (pusat perbelanjaan), kafe, tempat karaoke, tempat ibadah, tempat seni budaya, olahraga, tempat wisata, dan pelanggaran hajatan. Sedangkan untuk daerah yang paling banyak menyumbang terjadinya pelanggaran tersebut adalah Kabupaten Wonosobo yang mencapai sebanyak 238 pelanggar.

“Berikutnya melengkapi daerah tiga besar penyumbang pelanggaran di Jawa Tengah, Kabupaten Purbalingga dengan jumlah 216 pelanggar serta Kabupaten Kendal dengan jumlah 203 pelanggar,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengakui, penerapan PPKM Mikro Darurat yang telah dilaksanakan dalam tiga hari ini, memang belum optimal dilaksanakan di daerahnya. Masih banyak masyarakat yang abai terhadap ketentuan protokol kesehatan maupun mereka melanggar berbagai ketentuan yang sudah ditetapkan dalam PPKM Mikro Darurat di daerahnya.

Gubernur mengaku masih terus memantau pelaksanaannya dari awal. Ia mengaku, hari pertama memang belum taat, hari kedua sudah lumayan dan seterusnya sampai dengan memasuki hari ke-tiga kali ini.

“Tadi pagi saya memantau sambil olahraga bersepeda, sudah lumayan, warung-warung kursinya sudah dibalik. Saya senang masyarakat mau mendukung dan membantu mengoptimalkan PPKM Darurat ini,” jelasnya.

Gubernur juga menyampaikan, selalu mendapatkan laporan dari lapangan terkait dengan penerapan PPKM Mikro Darurat di Jawa Tengah. Demikian halnya, operasi-operasi justisi juga terus ditingkatkan skalanya dan para pelanggar juga terus diberikan arahan, edukasi hingga teguran keras.

Rata-rata pelanggarannya masih abai tidak pakai masker saat berada di tempat-tempat umum dan masih ada yang berkerumun, hingga petugas pun harus mengambil tindakan tegas di lapangan. “Rata-rata tidak pakai masker dan kerumunan di tempat-tempat keramaian. Petugas sudah tegas dengan mengambil tindakan dengan melakukan pembubaran bahkan juga ada yang disemprot dan sebagainya,” tegas gubernur.

Untuk kesekian kali, Gubernur Jawa Tengah kembali mengajak masyarakat untuk sadar dan mendukung apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tersebut. Sebab jika ke depan pelanggaran masih tinggi tinggi, bukan tidak mungkin pemerintah akan mengambil tindakan lebih tegas lagi. Contohnya perda yang beberapa waktu lalu digunakan di Kabupaten Banyumas, yang melanggar bisa didenda.

Kendati begitu, ia juga meminta agar seluruh bupati/wali kota aktif turun ke lapangan untuk memberikan edukasi dan sosialisasi. Tokoh agama dan tokoh masyarakat juga penting dilibatkan untuk mengajak masyarakat lebih patuh. “Harapan saya, kalau semua bergerak dalam frekuensi yang sama, maka kita bisa menyelesaikan persoalan ini juga dengan cara bersama-sama,” tegas Ganjar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement