Beberapa keluarga Muslim dan Kristen berusaha menantang kebijakan pemerintah di pengadilan. Kebijakan ini dinilai melanggar kebebasan beragama dan hak-hak dasar mereka di bawah konstitusi. Namun, Mahkamah Agung menolak kasus tersebut pada awal Desember.
Sebuah gugus tugas yang dibentuk oleh Dewan Muslim Inggris (MCB) telah menulis surat kepada komisaris tinggi Sri Lanka di Inggris. Mereka menuntut pembatalan segera kebijakan kremasi paksa dan dampaknya terhadap komunitas Muslim dan Kristen. MCB juga mengatakan akan mengejar melalui tindakan hukum yang diperlukan untuk mengakhiri pelanggaran ini.
Seorang mitra di firma hukum London, Bindmans, Tayab Ali, mengatakan kremasi paksa Muslim di Sri Lanka merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan beragama dari kelompok minoritas. Bahkan, ini termasuk pelanggaran hukum internasional karena menunda pengembalian jenazah anggota keluarga untuk dimakamkan pada waktu yang tepat, kecuali ada alasan yang kuat untuk melakukannya.
“Dalam hal ini, pihak berwenang Sri Lanka telah menyimpang dari rekomendasi WHO atas pengelolaan jenazah yang aman selama pandemi virus Covid-19 tanpa alasan apa pun," kata dia.
Selain itu, pengadilan tertinggi Sri Lanka yang secara cepat dan tidak beralasan menolak permohonan yang dibuat oleh anggota keluarga almarhum, dinilai tidak meninggalkan solusi domestik, untuk apa yang bagi beberapa orang digambarkan sebagai penganiayaan terhadap minoritas Muslim di Sri Lanka.
Sri Lanka adalah negara mayoritas Buddha. Muslim membentuk sekitar sembilan persen dari populasi dan Kristen sekitar tujuh persen. Negara ini telah mencatat lebih dari 25 ribu kasus Covid-19 dan 124 kematian, termasuk lebih dari 50 Muslim yang dikremasi.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan kebijakan kremasi adalah bagian dari serangan berkelanjutan terhadap komunitas Muslim di negara itu oleh pemerintah mayoritas Buddha Sinhala, yang dipimpin oleh presiden Gotabaya Rajapaksa. Rajapaksa terpilih tahun lalu karena gelombang sentimen Buddha garis keras dan anti-Muslim. Hal ini juga diperkuat dengan bom bunuh diri saat Paskah yang dilakukan oleh militan Islam di gereja dan hotel mewah April lalu, yang menewaskan 267 orang.