Selasa 10 Nov 2020 14:37 WIB

Pengamat: Trump Tuntut Loyalitas Esper

Pengamat menilai pemecatan Mark Esper sudah menjadi gaya pemerintahan Trump

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper saat berbicara usai upacara pengukuhan di Oval Office, Gedung Putih di Washington, Selasa (23/7). Tampak di sampingnya Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP Photo/Carolyn Kaster
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper saat berbicara usai upacara pengukuhan di Oval Office, Gedung Putih di Washington, Selasa (23/7). Tampak di sampingnya Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pengamat menilai pemecatan Menteri Pertahanan Mark Esper melalui Twitter 'telah menjadi gaya pemerintahan' Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia memperingatkan direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS Anthony Fauci juga terancam dipecat.

"Ia tidak bisa mengendalikan impuls atau temperamennya dan ia menuntut loyalitas terhadap kebijakannya, konstitusinya, dan hal-hal lainnya," kata profesor ilmu politik Princeton University Paul Frymer, Selasa (10/11).

Baca Juga

Fauci juga berselisih dengan Trump. Sebelum pemungutan suara pekan lalu sempat tersiar kabar ia akan dipecat dari jabatannya. Hubungan Trump dan Pentagon merenggang karena Esper dan petinggi-petinggi militer lainnya kerap menolak dijadikan pion politik pemerintahan Trump.

Menteri Pertahanan sebelum Esper yakin Jim Mattis juga mengundurkan diri pada 2018 karena perbedaan kebijakan dengan Trump, salah satunya di Suriah. Pada Juni lalu Mattis mengkritik keras Trump.

"(Trump) presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan masyarakat AS, bahkan tidak berpura-pura mencobanya, ia justru mencoba memecah belah kami," kata Mattis saat itu.  

Seperti Mattis, Esper juga tidak sepakat dengan sikap Trump mengabaikan NATO. Ia juga khawatir dengan kecenderungan Trump yang melihat kerja sama militer melalui kacamata transaksional, walaupun Esper mendukung Trump menekan sekutu untuk membayar lebih banyak terhadap kerja sama pertahanan.

Esper juga berselisih dengan Trump pada isu-isu yang menjadi berita utama. Seperti upaya Esper melindungi mantan kolonel yang pernah bekerja di Gedung Putih, Alexander Vindman, karena bersaksi di sidang pemakzulan Trump.

Peneliti dari lembaga think tank Brookings Institute, Michael O'Hanlon, mengatakan ia tidak yakin Trump akan melakukan perombakan yang dapat merusak kebijakan keamanan nasional walaupun Trump memecat Esper. "Dia ingin percaya ia memiliki warisan yang masuk akal, di bidang ekonomi, memperkuat militer, tidak memulai perang baru," kata O'Hanlon, yang menambahkan Trump mungkin akan maju dalam pemilihan presiden 2024.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement