Senin 11 May 2020 05:28 WIB

Mualaf Reinaldo: Kala Takbir Lebih Mudah Aku Ucapkan

Reinaldo Abdoellah Fernandez merasakan lebih ringan mengucapkan takbir.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Reinaldo Abdoellah Fernandez mendapatkan hidayah lewat jalan mimpi.
Foto: Dok Istimewa
Reinaldo Abdoellah Fernandez mendapatkan hidayah lewat jalan mimpi.

REPUBLIKA.CO.ID, Pemilik nama lengkap Reinaldo Abdoellah Fernandez  tidak menyangka suatu mimpi yang berulang kali dialaminya ternyata merupakan cahaya hidayah. Saat dijumpai Republika.co.id belum lama ini, dia mengaku teman-temannya yang Muslim juga selama ini mendoakannya agar memeluk Islam.  

Pria kelahiran Tangerang, Banten, 33 tahun lalu ini pun bercerita. Sejak kecil, dia merupakan aktivis gereja. Sejak duduk di bangku TK hingga SMP, Reinaldo kecil menempuh pendidikan di sekolah non-Muslim. Barulah ketika menjadi murid SMA, dia mulai bersekolah negeri. Di sekolah umum itu, pergaulannya kian luas. Dia memiliki kawan-kawan dengan latar belakang yang berbeda-beda, termasuk dalam soal agama.  

Baca Juga

Pada fase SMA ini, Aldo, begitu akrab disapa, mulai mengenal Islam. Ya, hanya sebatas kenal. Belum ada ketertarikan untuk menelaah lebih lanjut. Dia pun tetap taat pada agamanya kala itu. Hingga suatu saat, perjumpaannya dengan ajaran-ajaran Islam semakin sering sejak dia bekerja di salah satu stasiun radio swasta di Manado, Sulawesi Utara.  

Pria berdarah campuran Flores-Jawa ini memang memiliki latar belakang pengetahuan broadcasting. Di sana dia sempat mengurus beberapa program yang khusus disajikan kepada pendengar ketika bulan suci Ramadhan. Tidak heran jika saat bekerja di dunia penyiaran ia mengenal banyak ustadz.

Dimulai dari situ, Aldo melanjutkan, dirinya mulai mengalami beberapa mimpi yang tak biasanya. Dalam keadaan tak sadar itu, seakan-akan ada sebentuk suara yang mengajaknya untuk memeluk Islam. 

“Saya sering mendengar, ada bisikan yang bilang jika saya akan lebih sukses jika masuk Islam. Jalan hidup saya sebenarnya adalah Islam. Kata-kata itu berulang kali saya dengar. Bagi saya, saat itu hanya sebuah ujian tentang keimanan," kata dia, sebagaimana dikutip dari arsip harian Republika. 

Bahkan, Aldo pernah merasa bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa AS. Namun, dia menjelaskan, kedua orang mulia itu tampaknya dari belakang. 

Sosok Nabi Isa AS yang dilihatnya bukanlah yang selama ini dia kerap jumpai di tempat-tempat ibadah non-Muslim. Putra Siti Maryam itu kelihatan mengenakan jubah dan sorban warna putih, seperti pakaiannya orang-orang Islam.

Saat itu, yang dia yakini baru sebatas pemahaman umum bahwa antara umat Islam dan Kristen seharusnya tidak perlu saling bermusuhan. Dia pun bercerita kepada teman-temannya ihwal mimpi itu. Mereka sempat berpikir, bunga tidur yang dialami Aldo merupakan sebuah hidayah. Kawan-kawannya pun turut mendoakan. Mereka berharap Aldo kelak dapat menjadi seorang Muslim, bahkan ustadz. Aldo hanya mengaminkan meski belum begitu paham maksudnya waktu itu.

"Teman-teman pun tidak memaksaku untuk memeluk Islam karena, kata mereka, Islam bukanlah agama paksaan. Tetapi, kata teman saya, jika Allah sudah berkehendak, kun fayakun. Inilah yang saya rasakan empat bulan lalu,” ujar dia.

Aldo tak akan pernah melupakan hari itu. Saat itu, Selasa. 26 September 2019, sekitar waktu antara Maghrib dan Isya, dia sedang beranjak pulang ke rumahnya. Setelah membersihkan diri, dia ingin berdoa dengan tata cara agamanya waktu itu.

photo
Reinaldo Abdoellah Fernandez kini aktif mengikuti kajian-kajian keislaman. - (Dok Istimewa)

Anehnya, terasa berat untuk menggerakkan tangan. Begitu juga untuk mengucapkan doa dari bibir, ucap Aldo mengenang peristiwa itu. 

Justru, dia menambahkan, hatinya seakan-akan mengajaknya untuk mengucapkan takbir. Ucapan ini meluncur dengan mudah di lisannya. Kemudian, adzan penanda waktu Isya pun sayup-sayup berkumandang. Ketika itu, Aldo tiba-tiba merasa terharu dan menangis.  

Aldo saat itu merasa tangisannya merupakan ekspresi dari rasa tertekan untuk menolak ujian keimanan. Namun, setelah diresapi, keyakinan akan Islam di dalam dadanya terasa semakin menguat. 

Dia kemudian menghubungi seorang temannya yang Muslim. Aldo bertanya tata cara untuk menjadi pemeluk Islam. Keesokan harinya, dia pun memantapkan langkah kaki untuk ke masjid dekat rumahnya di Curug, Tangerang.

Di sanalah dia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda resmi dirinya memeluk Islam. Namun, untuk mendapatkan sertifikat resmi, ia harus bersyahadat ulang hari Jumat pada September itu di Masjid Islamic Village, Tangerang. 

“Segala urusan ini, saya bersyukur karena dipermudah dan mendapat bantuan dari teman-teman,” kata dia.

Usai prosesi itu, Aldo diajak adiknya untuk hijrah sementara ke daerah Bantul, Yogyakarta. Seperti dirinya, adiknya merasa sang kakak mulai mendapat cibiran dari beberapa orang karena keputusannya berpindah agama. 

Pada masa itu, Aldo mulai berupaya mencari ustadz untuk membimbingnya dalam soal-soal ibadah. “Alhamdulillah, saya dimudahkan Allah berkenalan dengan tetangga adik saya yang pernah mondok di pesantren. Pak Ricky namanya. Dia banyak bercerita, mulai dari kisah Rasulullah SAW, belajar Iqra, cara wudhu, sholat, membaca Yasin, dan ikut kegiatan Maulid Nabi,” kata dia. 

Sebagai mualaf, Aldo merasakan adanya kemudahan di balik tiap kesulitan. Dia mencontohkan, beberapa bulan setelah memeluk Islam, dirinya sempat didera masalah finansial. Waktu itu, beberapa kali dia mendapatkan pekerjaan, tetapi tidak bertahan lama. Sesekali, ia hanya memperoleh panggilan untuk bekerja paruh waktu.

Dia pernah aktif dalam dunia seni peran. Sering pula dipercaya untuk mengajar teater. Akan tetapi, profesi itu tidak selalu ada. Dengan segala daya dan upaya, Aldo terus berusaha mencari kerja atau mata pencaharian. Keadaan belum berpihak padanya. 

Namun, dia amat meyakini, Allah SWT tidak akan meninggalkan hamba-Nya. Dia pun merasa, ada saja orang-orang baik yang menjadi jalan rezeki baginya.

“Saat itu, saya tidak ada uang sama sekali. Takdir Allah, ada seseorang yang menghubungi dari Mualaf Center dan dia mentransfer sejumlah uang. Awalnya, saya tidak bersedia karena tidak terbiasa. Namun, setelah mendapatkan penjelasan, saya akhirnya menerima. Saya bersyukur dengan itu hidup saya terbantu.”

Aldo juga banyak mendapatkan kemudahan dalam hidupnya. Ketika dia harus sholat Jumat, dia pernah antar keluarga ke Goa Maria pada hari Jumat. Kala itu dia sudah sekalian memakai pakaian untuk sholat Jumat. 

“Saat makan. Saya tanya ke pemilik warung di mana masjid untuk saya bisa sholat Jumat. Pemilik warung makan tak hanya menunjukkan arah masjid, tetapi juga meminjamkan sepeda motor untuk sholat Jumat," ujar dia.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement