Ahad 23 Feb 2020 20:37 WIB

Mengenal Ahlusunnah Wal Jamaah (1)

Ahlusunnah Wal Jamaah merupakan reaksi dari paham Muktazilah.

Mengenal Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Foto: Ulama Islam tempo dulu.
Foto: wordpress
Mengenal Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Foto: Ulama Islam tempo dulu.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Salah satu aliran teologi dalam Islam yang timbul karena reaksi terhadap paham-paham golongan Muktazilah, merupakan nama bagi aliran Asy-ariyah dan Maturidiyah (al-Maturidi). Paham Muktazilah yang disebarkan pertama kali oleh Wasil bin Atha pada tahun 100 H/718 M mendapat pengaruh dalam masyarakat.

Pengaruh ini mencapai puncaknya pada masa khalifah Abbasiyah, yaitu al-Ma'mun (198-218H/813-833 M), al-Mu'tasim (218-228H/833-842M), dan al-Wasiq (228-233H/842-847M). Pengaruh ini semakin kuat ketika aliran Muktazilah dijadikan sebagai mazhab resmi yang dianut negara pada masa Khalifah al-Ma'mun.

Baca Juga

Dalam penyebaran paham-paham Muktazilah terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah perkembangan Muktazilah itu sendiri. Khalifah Al-Ma'mun dalam menerapkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar (perintah untuk mengerjakan perbuatan baik dan larangan untuk mengerjakan perbuatan keji)

melakukan pemaksaan paham Muktazilah kepada seluruh jajaran pemerintahannya, bahkan juga seluruh masyarakat Islam.

Dalam pemaksaan paham-paham Muktazilah ini, banyak ulama yang sebagai panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Hal ini misalnya terjadi pada Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali), seorang yang berpegang teguh pada hadits Nabi saw dan tidak mau menerima logika dalam pembuktian masalah-masalah akidah, yang harus mendapatkan siksaan karena sikap kuat dan konsistennya dalam mempertahankan prinsif bahwa Alquran itu bukanlah makhluk sebagaimana yang dianut paham Muktazilah. Peristiwa in dikenal dalam sejarah teologi Islam dengan nama mihnah (ujian akidah).

Banyak dari para ulama yang mendapatkan ujian seperti ini dan di antara mereka ada yang dengan terpaksa lolos dari ujian tersebut, artinya menerima paham yang dianut khalifah. Namun Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh bersikeras dan tidak mau mengubah keyakinan mereka untuk mengatakan Alquran itu adalah makhluk. Sikap Ahmad bin Hanbal yang secara tegas mempertahankan keyakinannya itu di hadapan penguasa mendapat simpatik dari masyarakat. Khalifah tidak berani menjatuhkan hukuman mati terhadap Ahmad bin Hanbal karena ia mempunyai pengikut yang luas. Jika hukuman mati dilaksanakan terhadap Ahmad bin Hanbal, maka akan terjadi kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement