Kamis 30 Jan 2020 05:33 WIB

Pengalaman Mualaf Rehuella Belajar Islam di Usia Belia

Rehuella menemukan sejumlah kendala selama belajar Islam.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Rehuella Meira menemukan kedamaian setelah mendalami Islam.
Foto: Dok Istimewa
Rehuella Meira menemukan kedamaian setelah mendalami Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi seorang mualaf di usia belia, bukan sesuatu yang terkadang logis dan rasional. Namun tidak demikian dengan pemilik nama lengkap Rehuella Meira Valencia Hasiani.  

Sejak  berikrar syahadat Desember 2015 lalu, gadis yang sekarang duduk di bangku SMA itu menemukan betapa Islam membuatnya lebih damai apalagi setelah menjalani ibadah dan syariatnya.                    

Baca Juga

Bagi Cia, begitu akrab disapa, yang baru mengenal Islam satu tahun belakangan saat itu agak dipusingkan dengan materi bahan ajar di sekolah menengah pertama. 

Dia merasa kesulitan, namun tidak serta merta menyerah begitu saja, dia berusaha untuk mempelajari sedikit demi sedikit. 

Cia semakin bersemangat untuk mencari tahu hal-hal yang baru terutama tentang Islam. Dia memulainya dengan mempelajari bacaan shalat. 

Bahasa arab, merupakan kendala utama saat itu. Bahasa yang baru dikenalnya kemudian harus dihafalkan memang cukup menyita waktu. Tetapi dia bertekad untuk bisa dengan cepat.

Dia bersyukur Allah SWT membantunya untuk dengan cepat mempelajari ajaran Islam baik di sekolah maupun kewajiban sehari-hari. Ibu dan Ayah sambungnya juga membantunya.

Kedua orang tuanya ini menyediakan guru mengaji, agar anak-anaknya bisa belajar membaca Alquran dengan baik dan benar. Sebelum mendatangkan guru mengaji, sebenarnya Cia sempat belajar mengaji di kelas anak-anak di masjid dekat rumahnya.  

"Pertama kali aku belajar mengaji aku bareng anak-anak TK dan SD, sempet aku diejek sih, karena sudah sebesar ini aku belum bisa iqra apalagi membaca Alquran," kisahnya.  

Namun Cia tidak berkecil hati, selain anak-anak yang membullynya usianya masih di bawahnya. Mereka juga tidak mengetahui alasan dia belum bisa mengaji di usianya. 

Selain belajar mengaji, jika ada waktu luang dia juga ikut kajian lain. Berbeda dengan kakaknya yang belajar di Pesantren sehingga mudah belajar agama, Cia memang harus menyediakan waktu lebih di luar sekolah untuk mempelajari Islam.  

Tak hanya shalat dan mengaji, menjalani puasa bagi Cia lebih mudah. Meski baru pertama kali berpuasa, dia tidak merasa kesulitan untuk menahan haus dan lapar. Hanya menahan emosi yang memang membutuhkan waktu.  

Cia menuturkan hidup menjadi Muslim memang berbeda, ada aturan-aturan yang harus dijaganya, seperti mengenakan jilbab dengan pakaian yang tidak terlalu ketat. Remaja pada umumnya biasanya masih ingin tampil modis, apalagi Cia juga terbiasa tampil bergaya sebelumnya.  

Namun menjadai Muslim, dia berusaha untuk berpakaian sesuai ajaran agamanya. Begitu juga dengan makan dan minum.  

"Dulu aku kalau mau makan atau minum bebas, nggak perlu tanya ini itu, pokoknya kalau enak langsung dimakan aja. Tetapi sejak jadi muslim itu beda, kalau jajan, harus bener-bener tanya halal atau nggaknya,"ujar dia.  

Menjadi mualaf menurut Cia memang berbeda dengan terlahir Muslim. Dia harus mencari tahu lebih dalam tentang ajaran Islam kemudian menerapkannya.  

Bagi dia jika sekadar memeluk Islam tanpa mempelajari ajaran-ajarannya merupakan hal percuma. Karena ketika mengetahui aturan itu memang untuk dijalankan.  

Meski dia menjalankan ajaran Islam, Cia berusaha untuk tetap menjalin silaturahmi dengna keluarganya yang non muslim baik keluarga ibu maupun dari keluarga ayah kandungnya. Meski sebelumnya sempat tidak pernah berhubungan karena keislaman mereka, kini menjadi lebih baik.n Ratna Ajeng Tejomukti

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement