Selasa 18 Feb 2020 09:56 WIB

Mengenal Sosok Inyiak Canduang (3)

Syekh Sulaiman Ar Rasuli kerap disebut sebagai Inyiak Canduang.

Rep: Hasanul Rizqa/Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Mengenal Sosok Inyiak Canduang . Foto: Syekh Sulaiman ar-Rasuli
Foto: DPD Perti Sumbar
Mengenal Sosok Inyiak Canduang . Foto: Syekh Sulaiman ar-Rasuli

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Nopriyasman menjelaskan, pada masa itu Syekh Sulaiman ar-Rasuli masih berpengaruh besar dalam konteks keagamaan di Nusantara, khususnya Minangkabau. Lewat pelbagai media massa, dia kerap menyuarakan perlunya persatuan di atas berbagai perbedaan yang tidak prinsipil. Dia pun gencar meyakinkan publik Minang untuk melakukan integrasi antara adat dan syariat (syarak).

Lebih lanjut, sejarawan Universitas Andalas itu mengatakan, ungkapan yang kini populer, yakni adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Alquran) merupakan hasil dari sosialisasi yang dilakukan sang syekh tersebut.

Baca Juga

Pada 1959, Presiden Sukarno memutuskan secara sepihak untuk menghapuskan Konstituante. Langkah itu ditempuh melalui dekrit yang dibacakan dalam pidato tertanggal 5 Juli tahun yang sama. Sejak saat itu, perbedaan perspektif antara Jakarta dan daerah-daerah kian tajam.

Sebut saja gejolak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), yang intinya antara lain mendesak Sukarno agar menolak campur-tangan kaum komunis di pemerintahan serta memperhatikan pembangunan di daerah-daerah. Dalam situasi itu, menurut Nopriyasman, Syekh Sulaiman berupaya menjembatani komunikasi antara Pusat dan daerah. Misalnya, dengan menegaskan bahwa “kejadian-kejadian di daerah sekarang ini janganlah dihukum secara yuridis formil saja, tetapi harus dilihat sebab-sebabnya.” Tampak bahwa dia menyoroti persoalan ketidakadilan serta pemerataan kesejahteraan ekonomi dan sosial.

Tidak hanya aktif di dunia dakwah dan pergerakan, Syekh Sulaiman juga piawai menulis. Di antara karya-karyanya adalah, Dhiyaus Siraj fil Isra' Walmi'raj, Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan, Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya'qub, Risaah al-Aqwal al-Wasithah fi Dzikri Warrabithah, Al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran, Al-Jawahirul Kalamiyyah, Sabilus Salamah fi wird Sayyidil Ummah, Perdamaian Adat dan Syara', serta Kisah Muhammad 'Arif. 

Pada 1 Agustus 1970, Syekh Sulaiman ar-Rasuli meninggal dunia dalam usia 99 tahun. Puluhan ribu orang mengiringi pemakamannya. Mereka tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga negara-negara jiran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement