Rabu 12 Feb 2020 17:08 WIB

MUI Haramkan Pergantian Jenis Kelamin, Ini Penjelasannya

Fatwa MUI tentang Pergantian Jenis Kelamin ditetapkan sejak Juli 2010.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
MUI Haramkan Pergantian Jenis Kelamin, Ini Penjelasannya. Polisi menghadirkan artis Lucinta Luna (tengah) pada rilis kasus narkoba di Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (12/2/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
MUI Haramkan Pergantian Jenis Kelamin, Ini Penjelasannya. Polisi menghadirkan artis Lucinta Luna (tengah) pada rilis kasus narkoba di Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (12/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak ditangkapnya figur Lucinta Luna akibat narkoba, publik diramaikan perihal lokasi sel tempat ia akan menjalani hari-harinya. Masyarakat dibingungkan dengan jenis kelaminnya karena sebelumnya ramai terdengar pernah menjalani operasi kelamin dari laki-laki menjadi perempuan.

Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang Pergantian dan Penyempurnaan Jenis Kelamin. Fatwa ini ditetapkan sejak Juli 2010.

Baca Juga

"Seiring dengan fenomena pergantian jenis kelamin yang menjadi isu publik sejak kasus pidana narkoba oleh artis, pria menjadi wanita atau sebaliknya, maka Komisi Fatwa MUI menyampaikan fatwa terkait, yang ditetapkan Juli 2010," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam dalam keterangannya yang didapat Republika.co.id, Rabu (12/2)

Dalam fatwa tersebut, MUI menjelaskan perihal pergantian alat kelamin. Mengubah alat kelamin dari pria menjadi wanita atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misal dengan operasi kelamin, hukumnya haram. Selanjutnya, membantu melakukan ganti kelamin sebagaimana poin 1 hukumnya haram.

Adapun penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi pergantian alat kelamin sebagaimana poin 1 tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar’i terkait pergantian tersebut.

Sehingga, dengan kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin sebagaimana poin 1 adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti belum dilakukan operasi ganti kelamin, mesti telah memperoleh penetapan pengadilan.

Mengenai penyempurnaan alat kelamin, dalam fatwa tersebut MUI menyebut menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khantsa yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui proses operasi penyempurnaan alat kelamin, maka hukumnya diperbolehkan. Pun membantu melaksanakan penyempurnaan alat kelamin seperti dimaksud poin 1, diperbolehkan.

Untuk pelaksanaan operasi penyempurnaan seperti dimaksud poin 1 itu, dinilai harus berdasarkan atas pertimbangan medis bukan hanya pertimbangan psikis semata. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi yg dimaksud poin 1 dibolehkan sehingga memiliki implikasi hukum syar’i terkait penyempurbaan tersebut.

Terakhir, terkait kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi domaksud poin 1 adalah sesuai dengan jenis kelamin setelah penyempurnaan sekalipun belum mendapat penetapan pengadilan terkait perubahan status tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement