Jumat 14 Feb 2020 13:29 WIB

Fatwa Haram Soal Valentine dan Kasih Sayang dalam Islam

Islam sejatinya mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kasih sayang.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Fatwa Haram Soal Valentine dan Kasih Sayang dalam Islam.
Fatwa Haram Soal Valentine dan Kasih Sayang dalam Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Valentine dirayakan setiap tahun pada 14 Februari. Pada hari ini, orang-orang kerap menunjukkan perhatian sebagai bentuk kasih sayang mereka kepada yang lainnya dengan mengirim kartu ucapan, bunga, dan cokelat yang diselipi pesan cinta.

Namun, Hari Valentine bukan bagian dari kebudayaan Islam. Perayaan Valentine berasal dari Barat, yang berkembang dari sejarah tentang beberapa kisah pada zaman Romawi kuno.

Baca Juga

Hari Valentine ini dikenal juga dengan 'Hari Kasih Sayang'. Namun, perayaannya kerap disalahartikan oleh kaum muda dengan melakukan hal-hal yang melampaui syariat. Karena itulah, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Miftahul Huda, mengingatkan umat Islam akan Fatwa MUI No 3 Tahun 2017 tentang haramnya merayakan Hari Valentine bagi umat Islam.  

Kepala Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah Depok, Jawa Barat, ini mengatakan, perayaan Valentine haram bagi umat Islam setidaknya karena tiga hal. Pertama, karena Valentine bukan hari besar Islam atau perayaan Islam. Kedua, di dalam perayaannya kerap ada bentuk kegiatan pesta atau hura-hura dan ungkapan kasih sayang yang terlalu berlebihan.

 

Bahkan, ada yang menyalahgunakannya dengan melakukan sesuatu di luar batas syariat, misalnya, sampai berhubungan badan bagi yang bukan pasangan menikah. Ketiga, jika umat Islam ikut merayakannya, itu berarti menoleransi kemaksiatan atau termasuk mendorong itu hal yang lumrah atau dibolehkan.

"Kasih sayang sangat luas dalam ajaran Islam. Hari kasih sayang bukan hanya setiap 14 Februari, setiap waktu kita harus menyayangi bukan hanya kepada pasangan kita yang sudah resmi. Namun, kata sayang sangat umum, baik itu kepada orang tua, keluarga, bahkan kepada alam dan lingkungan pun, kita harus menyayangi," kata Ustaz Miftah, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/2) malam WIB.  

Islam sejatinya mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kasih sayang. Ustaz Miftah mengatakan, sejumlah hadis misalnya menyeru umat Islam untuk senantiasa berkasih sayang.

Salah satunya, hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr RA. Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka, sayangilah penduduk bumi, niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian" (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani).  

Ustaz Miftah mengatakan Hari Valentine bukan berasal dari Islam, melainkan dari kaum non-Muslim. Karena itu, seyogianya umat Muslim tidak mengikuti kebiasaan umat lain yang memang tidak ada dasar dalam syariat.

Sebab, suatu hadis menyatakan, menyerupai orang-orang kafir adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam syariat. Hal itu tertuang dalam hadis dari Amr ibn Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nasrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari-jemari,dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya" (HR Tirmidzi, hasan).

Dalam riwayat lain, Ibn Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk bagian dari mereka" (HR Abu Dawud). Meski demikian, Ustaz Miftah menjelaskan, kata 'serupa' itu perlu dilihat kembali arah maknanya. Jika 'serupa' yang dimaksud dalam hal kemaksiatan, menurutnya, itu berarti yang menyerupai termasuk berbuat maksiat seperti golongan yang melakukannya.

"Kita harus menghindarinya dalam hal kemaksiatan. Namun, dalam kebaikan, misalnya dalam tatanan kehidupan di negara lain yang positif dan bermanfaat, kita boleh saja mengikutinya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement