Selasa 11 Feb 2020 06:45 WIB

Berzina, Seorang Pemuda Minta Dirajam Buya Hamka

Pemuda yang berzina dengan istri orang ingin datang ke Jakarta dan dirajam Hamka.

Berzina, Seorang Pemuda Minta Dirajam Buya Hamka. Foto: Buya Hamka
Berzina, Seorang Pemuda Minta Dirajam Buya Hamka. Foto: Buya Hamka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 15 November 1962, di majalah Gema Islam, Prof DR Hamka (Buya Hamka) mendapat pertanyaan pembaca dari Garut, tentang seorang pemuda yang berzina dengan istri orang lain. Orang itu menanyakan bagaimana caranya menurut Alquran dan hadist pemuda tersebut terlepas dari azab Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

Kemudian, pembaca itu juga menanyakan kesediaan Buya Hamka menjalankan hukuman ke atas diri pemuda itu jika dia datang ke Jakarta meminta dijatuhi hukuman. Karena, menurut pembaca itu, sang pemuda terpengaruh dengan keterangan-keterangan tentang dosa zina yang termuat dalam Tafsir Al Azhar karangan Buya Hamka. Sehingga, pemuda itu rela dilakukan rajam atas dirinya, sebagaimana hukum Alquran yang membahas tentang zina di Tafsir Al Azhar.

Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka menjawab bahwa di Republik Indonesia belum berlaku hukum razam bagi orang yang berzina. Dan, pada negara-negara yang 100 persen menjalankan hukum Alquran seperti di Arab Saudi, hukum rajam pun jarang sekali dijalankan.

"Sebab tuduhan zina berkehendak kepada empat saksi," tulis Buya Hamka.

Menurut Buya Hamka, kalapun hukum rajam berlaku di Indonesia, maka tidaklah dirinya (Buya Hamka), memiliki wewenang untuk menjalankannya. Sebab, itu adalah hak hakim (pengadilan).

Hamka memberi nasihat, satu-satunya yang masih terbuka luas untuk pemuda yang merasa dalam tekanan dosa adalah tobat. Di dalam ketentuan Islam, tobat adalah menyesali yang telah terlanjur dibuat dan menghentikan kesalahan itu sekarang juga.

"Dan, mendisiplinkan diri agar tidak membuatnya lagi buat selanjutnya. Setelah itu, berbuat amal ibadah sebanyak-banyaknya untuk melusurkan jiwa kembali di dalam jalan Allah," tulis Buya Hamka.

Buya Hamka mengajak pembaca itu membaca Alquran Surat Al Furqan ayat 68-71:

"Dan orang-orang yang tida menyeru Tuhan yang lain, bersama Allah dan tidak membunuh diri yang diharamkan Allah melainkan menurut hak (hukum) dan tidak pula berzina. Dan barangsiapa yang berbuat demikian itu bertemulah dia dengan dosa. Akan berlipat ganda dia menderita azab di hari kiamat dan tetap dia di dalamnya dalam kehinaan. Kecuali orang-orang yang tobat dan beriman dan beramal dengan amalan yang shaleh. Maka terhadap orang-orang itu akan diganti Allah segala kejahatannya selama ini dengan banyak kebajikan, dan adalah Tuhan Allah Maha Pemberi Ampun dan Maha Pemurah. Dan barangsiapa yang tobat disertai pula dengan amalan yang shalah, maka sesungguhnya dia akan diberi tobat oleh Tuhan Allah sebenar-benar taubat."

Buya Hamka meminta pengirim surat itu untuk mengatakan kepada pemuda tersebut untuk melupakan yang telah terjadi dan mulai membangun hidup yang baru. Dan, jangan mendekat-dekat lagi kepada daerah yang bisa memungkinkan terjatuh sekali lagi.

"Segala niat baik masih tersisip dalam hati, maka pintu kesucian masih tetap terbuka," kata Buya Hamka.

Sumber: Hamka Membahas Soal-Soal Islam, Penerbit Panji Mas (1983)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement