Di tengah maraknya wabah tersebut, ada yang menyita perhatian ketika sekelompok ekspatriat dari negara-negara Arab yang beramai-ramai mendaftarkan diri sebagai tenaga sukarelawan di Wuhan. "Saya seorang dokter. Saya bisa berbicara bahasa Arab, Mandarin, dan Inggris. Saya bisa membantu merawat pasien, memberikan informasi, dan melakukan apa saja," kata Ali Wari, warga negara Palestina, yang tinggal di Wuhan, Ahad (9/2) lalu.
Dia menggalang dukungan dengan membuat grup Wechat, pesan instan yang sangat populer di China, yang diberi nama "Wuhan 2019-nCoV". Grup tersebut telah memiliki anggota sekitar 480 orang dari negara-negara Arab yang kebanyakan bekerja di Wuhan.
Beberapa pekan yang lalu, Wari menerjemahkan dan menyebarkan informasi-informasi penting mengenai penyebaran virus itu, termasuk langkah-langkah yang telah diambil pemerintah setempat, untuk menenangkan warga Arab di China. Mohamad Khotib yang juga berasal dari Palestina meminta keluarganya bergabung dengan Wari.
Beda lagi dengan Mohamad Asaad, kandidat doktor dari Mesir, yang sudah telanjur cinta dengan Kota Wuhan. "Saya sedih melihat kota yang gemerlap ini. Sekarang saatnya mendukung dan saling bekerja dengan baik. Karena itu, saya sebagai relawan telah mendarmabaktikan diri dan mendukung kawan-kawan China saya untuk mengatasi masa-masa yang sulit ini," katanya.
Dengan mengatasnamakan warga Arab, Wari telah mengajukan permohonan kepada Kantor Urusan Luar Negeri (FAO) Kota Wuhan agar diizinkan menjadi tenaga sukarelawan. "Saya ingin membantu apa yang bisa saya lakukan. Kami tinggal di Wuhan, makanya saya cinta kota ini," tutur Wari.
Seorang warga beretnis Uighur Xinjiang, Ba Baintolle, menyumbangkan 11 ekor kudanya. Uang hasil penjualan 11 ekor kuda senilai 88 ribu yuan atau sekitar Rp 171,9 juta itu diberikan kepada Pemprov Hubei untuk mengatasi wabah tersebut.
Penggembala kuda itu tinggal di Kabupaten Wenquan, Daerah Otonomi Xinjiang. Kabupaten Tongcheng, Provinsi Hubei, setiap tahun menyumbangkan 300 ribu yuan (Rp 586 juta) kepada warga Wenquan untuk membangun infrastruktur, pengenalan teknologi, dan membangun sekolah.
"Saya sangat sedih dengan berjangkitnya wabah di Hubei. Mereka banyak sekali bantu kami dan sekarang saatnya saya membantu mereka," ujar Baintolle.
Pria yang memiliki 400 ekor kuda dengan pendapatan sekitar 150 ribu yuan (Rp 293 juta) per tahun itu mengatakan kuda melambangkan keberanian dan ketangguhan. "Saya berharap masyarakat Hubei dengan gagah berani bisa menundukkan virus tersebut. Jangan menyerah. Hati saya bersamamu, meski jarak kita ribuan mil," ucapnya.