Kamis 13 Feb 2020 10:39 WIB

Sikap Buya Hamka Ketika Ada Wanita yang Ajak Bersalaman

Buya Hamka menerangkan soal hukum berjabat tangan dengan wanita.

Sikap Buya Hamka Ketika Ada Wanita yang Ajak Bersalaman. Foto: Buya Hamka dan istrinya Siti Raham
Foto: Repro buku Kenang-Kenangan Hidup Jlid III
Sikap Buya Hamka Ketika Ada Wanita yang Ajak Bersalaman. Foto: Buya Hamka dan istrinya Siti Raham

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Suatu ketika, Prof DR Hamka (Buya Hamka) mendapat surat pertanyaan dari seorang wanita bernama Latifah binti Susilani tentang hukum berjabat tangan antara pria dan wanita yang tidak muhrim. Di mana, sang penanya mengatakan bahwa dia diberitahu oleh guru agamanya agar jangan bersentuhan kulit dengan laki-laki yang tidak muhrim, termasuk berjabat tangan.

Tetapi pada kenyataannya, dia melihat banyak wanita dan pria yang saling berjabat tangan. Ini terjadi di saat orang saling memberi ucapan selamat atau ketika penyematan gelar ketika wisuda.

Baca Juga

Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka menceritakan kisah Nabi Muhammad ketika mengadakan baiat (perjanjian) tanda setia dari kaum wanita, cukup hanya dengan mulut saja, tidak sampai berjabat tangan. Dan, Nabi sendiri ketika ditanyai mengapa baiat dengan wanita itu tidak dengan berjabat tangan, beliau menjawab:

"Aku tidak berjabat tangan dengan perempuan."

 

Oleh karena Nabi tidak membuatnya dan beliau pun mengatakan bahwa beliau tidak berjabat tangan dengan wanita, maka orang Islam yang taat tidak mau berjabatan tangan dengan perempuan. Kalau mereka sama-sama beriman, sama-sama mendapat didikan Islam, mereka cukup menganggukkan kepala saja, atau mengucap salam dan menjawab salam.

Tentang hukumnya, Buya Hamka menjelaskan ada orang yang keras bertahan mengatakan berjabatan tangan laki-laki dan wanita adalah haram. Ulama-ulama yang teguh memegang bunyi hadist yang berpendapat haram.

"Setengahnya lagi, berpendapat hukumnya makruh, yaitu lebih baik jangan. Tetapi kalau terpaksa, yah tidak mengapa," jawab Buya Hamka.

Buya Hamka sendiri condong kepada pendapat kedua itu. Kebiasaan Buya sendiri kalau bertemu dengan wanita yang tidak pernah mendapat pendidikan Islam atau tidak tahu (belum tahu) peraturan Islam, kalau dia mengulurkan tangan hendak berjabat tangan, maka Buya menerima tangannya itu.

"Tetapi kalau bertemu dengan sesama kami anggota Muhammadiyah (anggota wanita bernama Aisyiyah), Bapak tidak memberikan tangan dan mereka pun tidak, karena kami sama-sama mengerti," kata Buya.

Sementara, wanita-wanita yang merasa menjadi murid Buya, kadang-kadang hendak bersalaman dengan Buya, sambil menutupi tangannya dengan selendang. "Bapak terima juga," kata Buya.

Menurut Buya, berjabat tangan ini rupanya sudah menjadi etika (sopan santun). Wanita didikan Barat tidak dihormati ketiak dia mengulurkan tangannya, lalu tidak disambut. Tetapi di Amerika, menurut yang Buya Hamka alami sendiri, orang kaki-laki tidaklah mengulurkan tangannya bersamal dengan seorang wanita.

"Oleh sebab itu Bapak merasa senang ketika melawat ke sana, karena Bapak tidak perlu mesti berjabat tangan dengan wanita di mana saja berada. Karena kalau dia tidak mengulurkan tangan, kita tidak dipandang salah jika tidak bersalaman," kata Buya.

Sumber: Hamka Menjawab Soal-Soal Islam, Pustaka Panji Mas (1983)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement