Senin 27 Jan 2020 22:40 WIB

Ubah Sengsara Jadi Nikmat: Sunah Rasul dan Generasi Salaf

Rasulullah dan generasi salaf mampu menjadikan sengsara jadi nikmat.

Rep: MgRol 127/ Red: Nashih Nashrullah
Rasulullah dan generasi salaf mampu menjadikan sengsara jadi nikmat. Foto ilustrasi berdoa.
Foto: REPUBLIKA
Rasulullah dan generasi salaf mampu menjadikan sengsara jadi nikmat. Foto ilustrasi berdoa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pernahkah Anda merasa rugi atas hidup yang Anda jalani di dunia? Lalu, apa yang Anda lakukan untuk membuat hidup Anda lebih bermakna? Jawabannya ialah mengubah kerugian menjadi sebuah kenikmatan hidup. 

Orang cerdik akan berusaha mengubah kerugian menjadi keuntungan, sedangkan orang bodoh akan membuat suatu musibah menjadi bertumpuk dan berlipat ganda. Ingatlah dengan firman Allah SWT dalam surah al-Insyirah: 5-6:  

Baca Juga

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan; sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” Allah sampai menyebutkannya dalam dua ayat tersebut.

Mengutip buku La Tahzan Jangan Bersedih! karya DR ‘Aidh al-Qarni, ketika Rasulullah SAW diusir dari Makkah, beliau memutuskan untuk menetap di Madinah dan kemudian berhasil membangunnya menjadi sebuah negara yang sangat akrab di telinga dan mata sejarah.  

 

Ahmad bin Hanbal pun pernah dipenjara dan dihukum dera, tetapi karenanya pula dia kemudian menjadi imam salah satu mazhab. Sementara, Ibnu Taimiyyah pernah di penjara, tetapi justru di penjara itulah dia banyak melahirkan karya. 

Adapun kisah as-Sarakhsi yang pernah dikurung di dasar sumur selama bertahun-tahun. Tetapi, di tempat itulah dia berhasil mengarang buku sebanyak dua puluh jilid. 

Lalu lihatlah ketika Ibnul-Atsir dipecat dari jabatannya, dia berhasil menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Jami' al-Ushul dan an-Nihayah, salah satu buku paling terkenal dalam hadits. 

Demikian halnya dengan Ibn al-Jauzi, dia pernah diasingkan dari Baghdad, dan karena itu dia menguasai qiraah sab'ah.  

Pun dengan Malik ibn ar-Raib yang menderita suatu penyakit yang mematikan, namun dia mampu melahirkan syair-syair yang sangat indah dan tak kalah dengan karya-karya para penyair besar zaman Abbasiyah.  

Lalu, ketika semua anak Abi Dzuaib al-Hudzali wafat meninggalkannya seorang diri, dia justru mampu menciptakan nyanyian-nyanyian puitis yang mampu membekam mulut zaman, membuat setiap pendengarnya tersihir, memaksa sejarah untuk selalu bertepuk tangan saat mendengarnya kembali.

Begitulah, ketika tertimpa suatu musibah, Anda harus melihat sisi yang paling terang darinya. Ketika seseorang memberi Anda segelas air lemon, Anda perlu menambah sesendok gula ke dalamnya agar air lemon itu menjadi manis.  

Pun ketika misalnya Anda mendapat hadiah seekor ular dari orang, ambil saja kulitnya yang mahal dan tinggalkan bagian tubuhnya yang lain. Ketika disengat kala jengking pun, ketahuilah bahwa sengatan itu sebenarnya memberikan kekebalan pada tubuh Anda dari bahaya bisa ular.  

Begitulah cara untuk mengambil hikmah dari kehidupan yang merugikan Anda. Tentu, Allah tidak pernah memberikan sesuatu tanpa sebab dan tidak pernah sia-sia. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal dia amat baik bagimu.” (QS al-Baqarah: 216)   

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement