Selasa 21 Jan 2020 15:07 WIB

BPJPH: Sertifikasi Halal Tetap Wajib tak Terpengaruh Omnibus

Omnibus Law dalam konteks jaminan produk halal ditekankan pada empat hal.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
BPJPH: Sertifikasi Halal Tetap Wajib tak Terpengaruh Omnibus Law.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
BPJPH: Sertifikasi Halal Tetap Wajib tak Terpengaruh Omnibus Law.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menegaskan sertifikasi halal sifatnya tetap wajib. Menurutnya, kewajiban sertifikasi halal tidak dibahas di RUU Omnibus Law meski Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) termasuk yang dibahas dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Mastuki mengatakan beberapa pasal di dalam UU JPH terdampak pembahasan penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Ia juga ikut terlibat dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Baca Juga

Ia menyampaikan, pembahasan yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga terkait ini sudah berlangsung hingga pertengahan Januari 2020. Omnibus Law dalam konteks jaminan produk halal ditekankan pada empat hal.

"Pertama, penyederhanaan proses sertifikasi halal, RUU Omnibus Law ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal di BPJPH, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), jadi harus ada kepastian waktu," kata Mastuki melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (21/1).

Ia menjelaskan, yang kedua, pembebasan biaya sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil (UMK). Istilah yang muncul dalam pembahasan RUU Omnibus Law adalah dinolrupiahkan. Sementara pada UU JPH sebelumnya menggunakan istilah fasilitas bagi UMK.

Ketiga, mengoptimalkan peran dan fungsi LPH, auditor halal, dan penyedia halal untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi halal. Maka sejumlah persyaratan, prosedur, dan mekanismenya akan disesuaikan.

Keempat, sanksi administratif dan sanksi pidana. Arahnya untuk mendorong pelaku usaha agar melakukan sertifikasi halal.

"Jadi pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif. Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif," ujar Mastuki.

Mastuki menjelaskan, ada banyak pasal dalam UU JPH yang dibahas dan akan mengalami penyesuaian. Beberapa pasal yang dimaksud di antaranya pasal 1, 7, 10, 13, 14, 22, 27-33, 42, 44, 48, 55, 56, dan 58. Dia menegaskan pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi pembahasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement