Jumat 17 Jan 2020 00:22 WIB

Kenapa Sahabat Nabi Muhammad Sangat Setia dan Rela Mati?

Nabi Muhammad mampu menyelami jiwa sahabat-sahabatnya.

Kenapa Sahabat Sangat Setia dan Loyal kepada Nabi Muhammad?. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad
Foto: republika
Kenapa Sahabat Sangat Setia dan Loyal kepada Nabi Muhammad?. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang pemimpin besar. Beliau memiliki pengikut yang sangat banyak hingga saat ini.

Di masa perjuangannya menyebarkan agama Islam, Nabi Muhammad memiliki para pengikut yang disebut sebagai sahabat Nabi. Bahkan, para sahabat ini dikenal memiliki kesetiaan yang tinggi kepada Nabi Muhammad. Sehingga, menjadi salah satu pendukungnya untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam.

Baca Juga

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, Prof DR Hamka (Buya Hamka), menuliskan dalam bukunya yang berjudul Sejarah Umat Islam, bahwa Nabi Muhammad memiliki kesanggupan menyelami jiwa sahabatnya. Karena itulah, para sahabat menjadi sangat setia kepada Nabi Muhammad.

Bahkan, semua sahabatnya bersedia mati karena mempertahankannya dan semuanya diberi kebesaran dan dinaikkan jiwanya ke atas. Sehingga, para sahabat merasa diberikan penghargaan menjadi manusia yang besar.

"Penghargaan mereka diberinya menurut tingkatannya masing-masing," tulis Buya Hamka.

Misalnya, tentang Abu Bakar Nabi Muhammad berkata, "Perempuan yang paling kusayangi adalah Aisyah dan laki-laki yang kucintai adalah ayahnya (Abu Bakar)."

Tentang Umar bin Khattab dia berkata, "Kalau ada Nabi sesudahku, tentulah Umar Nabi itu."

Tentang Ustman Nabi berkata, "Kalau ada anak perempuan yang lain lagi, hai Ustman, tentu engkau juga yang akan kuambil menantu."

Tentang Ali bin Abi Thalib, Nabi berkata, "Saya kota ilmu, Ali adalah pintunya."

Tentang Az-Zubair, Nabi berkata, "Tiap Nabi memiliki hawary (pengikut setia), hawary-ku adalah Az-Zubair."

Abdullah bin Abbas, diberikan gelar oleh Nabi sebagai ulama Islam dan didoakannya supaya dia bisa mengetahui ilmu Alquran.

Tentang Khalid bin Walid, Nabi memberikan gelar Khalid sebagai Pedang Allah. Gelar itulah yang menambah naik sang Pedang Allah itu. Sehingga, ketika Khalid dicopot jabatannya sebagai komandan pasukan oleh Umar bin Khattab, Khalid mengatakan "Saya berperang bukan karena Umar."

Tentang Muawiyah, suatu ketika Muawiyah tidur berlepas lelah dekat saudara perempuan Ummul Mukminin Ummi Habibah dan kepalanya terletak di atas haribaan beliau. Maka, masuklah Nabi Muhammad ke dalam. Dengan segera Ummi Habibah menghindarkan kepala adiknya yang disayanginya itu.

Kemudian, Nabi berkata "Sayangkah engkau akan adikmu itu, hai Ummi Habibah? Patutlah dia disayangi! Kelak dia akan menjadi orang besar Arab seluruhnya."

Muawiyah pernah berkata, "Sabda inilah yang amat mempengaruhi jiwaku, hingga sejak saat itu tidak lepas-lepas ingatanku keinginan menjadi orang besar."

Nabi Muhammad juga pernah mengangkat Amru bin Ash sebagai kepala pasukan, padahal baru saja masuk Islam. Nabi bersabda kepadanya, "Berangkatlah Amru, di sana engkau akan memperoleh harta yang banyak."

Amru bin Ash menjawab, "Hamba memeluk Islam bukanlah mengharap harta, ya junjunganku, hanya semata-mata karena cinta kepada Allah dan Rasul," jawab Amru.

Nabi kemudian menimpali, "Tak mengapa Amru, harta benda yang baik, amat patut untuk laki-laki yang baik."

Terkait Amru bin Ash ini, Buya Hamka mengatakan ini adalah bentuk Nabi yang sangat menyelami jiwa sahabatnya. Benar Amru bin Ash masuk Islam karena Allah dan Rasul, tentu dia juga tidak menolak kalau mendapat harta.

"Jauh sangat pandangan Nabi," tulis Buya Hamka.

Tentang Salman Al Farisi, Nabi berkata, "Jika pengetahuan terletak di bintang, Anak Persia yang akan sanggup mencapainya."

Kemudian, tentang Bilan bin Rabah, Nabi berkata, "Suruhlah Bilal azan, karena suaranyalah yang lebih lantang."

Hingga sampai tuanya, tak ada jabatan yang mulia dipandang Bilal daripada jabatan sebagai muazin.

Kemudian, tentang Abdullah bin Ubai yang mahsyur sebagai seorang munafik yang selalu menghalang-halangi Nabi. Tetapi putranya sendiri, Abdullah bin Abdullah bin Ubai adalah seorang sahabat Nabi yang setia.

Setelah Abdullah bin Ubai meninggal, banyak orang yang mencela oerbuatannya waktu hidupnya. Padahal, mereka mencela di hadapan Abdullah bin Abdullah bin Ubai.

Maka, sangatlah halus dan sedih perasaan Abdullah bin Abdullah bin Ubai. Karena, meskipun ayahnya memiliki kesalahan, tetapi tak berkurang kasih sayang ayahnya kepada dirinya.

Melihat hal ini, Nabi pun bersabda, "Janganlah kamu sakiti orang yang hidup dengan mencela-cela orang yang telah mati."

"Dijaganya benar perasaan Abdullah bin Abdullah bin Ubai," tulis Buya Hamka.

"Begitu tinggi budinya dan dalam pandangannya atas jiwa pengikut-pengikutnya. Tidakkah itu suatu jiwa yang besar? Tidakkah patut kalau sahabat-sahabatnya itu bersedia mati saja untuk membela dirinya (Nabi Muhammad)?" tulis Buya Hamka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement