Senin 13 Jan 2020 19:17 WIB

Contoh Bagaimana Rasulullah SAW Peka Membaca Perasaan Orang

Rasulullah SAW sosok yang sensitif membaca perasaan orang.

Rasulullah SAW sosok yang sensitif membaca perasaan orang. Foto ilustrasi kaligrafi Arab bertuliskan Muhammad SAW.
Foto: .
Rasulullah SAW sosok yang sensitif membaca perasaan orang. Foto ilustrasi kaligrafi Arab bertuliskan Muhammad SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, Manusia memiliki perasaan dan sensitivitas yang penting pula dibaca lalu dijaga dengan baik. Membaca perasaan itu bisa ditempuh dengan menangkap bahasa tubuh yang bersangkutan. Sehingga, perkara yang kurang mengenakkan akibat ketidakpekaan selama berinteraksi bisa dihindari.

Sering kali, ketika bergaul, kurang memperhatikan perasaan orang lain. Mengobrol hingga larut, memaksakan kehendak, dan penggunaan bahasa entah disadari atau tidak kerap menyakiti perasaan.  

Baca Juga

Syekh Musthafa al-Adawi dalam bukunya yang berjudul Fiqh al-Akhlak wa al-Mu'amalat Ma'a al-Mu'minin, menjelaskan Rasul merupakan sosok yang peka membaca perasaan dan karakter seseorang. Hal ini dijadikan sebagai acuan untuk berinteraksi dengan sesesorang sesuai dengan latar belakangnya masing-masing. Perhatikan, misalnya, sikap yang ditunjukkan Rasul kepada Utsman bin Affan yang dikenal pemalu di kalangan sahabat.

Seperti yang pernah dikisahkan Aisyah. Abu Bakar pernah menghadap Rasul, ketika itu Rasul hanya memakai baju berbahan wol seadanya sambil berbaring santai. Tanpa segan, ayahanda Aisyah tersebut mengutarakan maksud kedatangannya pada menantunya itu.

 

Pemandangan yang sama terlihat saat Rasul menerima kunjungan Umar bin Khatab. Ketika, tiba giliran Utsman, Rasul meminta Aisyah berbenah dan menyiapkan pakaian yang lebih bagus.

Aisyah pun terheran, mengapa penyambutan Utsman diistimewakan, sedangkan kedua tamu sebelumnya diperlakukan biasa saja. Rasul menjawab bahwa Utsman merupakan sosok pemalu, bila tidak disambut sedemikian rupa, bisa jadi dia tidak akan berani menyampaikan uneg-uneg-nya.

Bentuk peka menghargai perasaan orang lain, Rasul tidak pernah menjatuhkan martabat dan harga diri seseorang di muka umum, sekalipun yang bersangkutan memang bersalah. Suatu ketika, Rasul pernah membuat suatu barang, lalu menjualnya murah. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement