Kamis 26 Dec 2019 05:00 WIB

Habib Quraisy: Ucapan Selamat Natal tak Perlu Diributkan

Ulama telah mengklasifikasikan hukum ucapan selamat Natal menjadi tiga hukum.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Pendiri Pondok Pesantren As-Shidqu Habib Quraisy Baharun saat di wawancarai Republika di Pondok Pesantren As-Shidqu Jalan Raya Sampora, Desa Sampora, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (25/12). Dalam kesempatanya ia membahas tentang adab dan ilmu serta konsep pesantren As-Shidqu yang menjunjung tinggi akhlakul karimah.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pendiri Pondok Pesantren As-Shidqu Habib Quraisy Baharun saat di wawancarai Republika di Pondok Pesantren As-Shidqu Jalan Raya Sampora, Desa Sampora, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (25/12). Dalam kesempatanya ia membahas tentang adab dan ilmu serta konsep pesantren As-Shidqu yang menjunjung tinggi akhlakul karimah.

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Pendiri Pondok Pesantren As Shidqu Kuningan, Habib Quraisy Baharun mengimbau umat Islam tidak meributkan masalah ucapan selamat Natal. Karena, menurut dia, sejak 200 tahunan yang lalu ulama telah menjelaskan tentang hukum mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.

"Ucapan selamat Natal itu sebetulnya sudah diungkapkan oleh para ulama sejak 200 tahunan yang lalu. Tidak perlu diributkan, tidak perlu ada yang sok over, tidak perlu ada juga yang terlalu ekstrem," ujar Habib Quraisy saat ditemui //Republika.co.id// di Pondok Pesantren As-Shidqu, Sampora, Cilimus, Kabupaten Kuningan, Rabu (25/12).

Baca Juga

Dia menjelaskan para ulama telah mengklasifikasikan hukum ucapan selamat Natal itu menjadi tiga hukum, yaitu haram, makruh, dan mubah. Menurut dia, ucapan selamat Natal hukumnya bisa menjadi haram ketika umat Islam merasa senang terhadap apa yang umat Kristiani yakini.

"Itu menjadi haram ketika kita mengikuti mereka dengan senang terhadap apa yang mereka yakini. Bahkan kalau lebih kebablasan lagi bisa jadi kufur. Misalnya, dengan mempercayai tanggal 25 Desember ini kelahiran Yesus Kristus sebagai anak Tuhan. Kalau itu sudah ada keyakinan dari kita sebagai orang Muslim, maka kafir, bukan lagi haram," ucapnya.

Kedua, hukum ucapan selamat Natal itu bisa menjadi makruh ketika umat Islam tidak ada hal yang urgen untuk mengucapkan itu. Misalnya, umat Islam mengucapkan selamat Natal itu hanya untuk sekadar basa-basi.

"Jadi kalau tidak sampai pada hal-hal yang bersifat keyakinan itu ulama kita sudah mengatakan hukumnya makruh. Apa itu makruh? Dikerjakan tidak berdosa, kalau ditinggalkan atau tidak diucapkan dia akan mendapat pahala. Jadi tinggal memilih," ujar Habib Quraisyh.

Kemudian, hukum ucapan selamat Natal juga bisa menjadi mubah atau boleh, yaitu kalau mengucapkannya tidak berdosa dan kalau meninggalkannya tidak mendapat pahala. Menurut Habib Quraisy, hukum ucapan Natal menjadi mubah ketika misalnya umat Islam sedang membutuhkan pekerjaan.

"Katakanlah dalam bentuk pekerjaan. Lalu ada ketentuan di mana orang Muslim harus mengucapkan itu. Kalau tidak dia akan kehilangan pekerjaan. Maka di situlah baru tidak lagi berpahala dan tidak berdosa dalam mengucapkan selamat Natal. Artinya dalam hal yang ketiga ini ada semacam keterpaksaan untuk mengucapkannya. Maka yang seperti itu hukumnya mubah," ujar Habib Quraisy.

Alumnus Pondok Pesantren Darul Musthafa Yaman ini menjelaskan teman-temannya yang menjadi tokoh Kristen sebenarnya tidak terlalu berharap umat Islam mengucapkan itu. Karena, kata dia, umat Kristen paham pengucapan selamat Natal itu bukan sekadar budaya saja, tapi sudah menyentuh pada nilai-nilai keyakinan mereka yang menyatakan tanggal 25 Desember adalah kelahiran Yesus.

"Jadi mereka paham kami sebagai umat Islam tidak sama keyakinannya dengan mereka dalam hal ini, sehingga mereka tidak memaksakan kepada kami mengucapkan itu. Dan saya pikir untuk nilai toleransi itu tidak harus sampai kepada hal-hal yang bisa merugikan keyakinan masing-masing," ujarnya.

Menurut dia, yang penting dalam toleransi itu bukan hanya bisa diwujudkan dengan mengucapkan selamat Natal tapi dengan menunjukkan sikap yang baik, muamalah yang baik, menebarkan senyuman pada saat berjumpa, dan menyapa dengan hangat saat bertemu. "Itu justru lebih mereka harapkan daripada sekadar kita pada tanggal 25 bilang selamat Natal, lalu sebelum dan sesudahnya kita bersikap kurang bijak terhdap mereka," kata Penanggung Jawab Majelis Rasulullah Jawa Barat ini.

Habib Quraisy mengatakan, pada saat Hari Raya Idul Fitri teman-temannya yang menjadi pendeta atau tokoh Kristen kerap mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri kepadanya. Namun, pada saat Hari Natal Habib Quraisy memilih mengirimkan parsel kepada mereka.

"Pada saat hari Natal saya tidak mengucapkan selamat Natal kepada mereka. Karena ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dan selamat Natal itu berbeda. Dan mereka paham itu. Ketika hari Natal itu saya kadang-kadang kirim parsel dan ini sebagai sebuah ungkapan persahabtan dan ini sebuah bentuk toleransi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement