Kamis 12 Dec 2019 08:00 WIB

Sumpah Allah Atas Waktu dalam Alquran

Allah bersumpah atas nama waktu dengan redaksi yang berbeda-beda.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Sumpah Allah atas Waktu dalam Alquran. Foto: Waktu fajar (ilustrasi).
Foto: my.opera.com
Sumpah Allah atas Waktu dalam Alquran. Foto: Waktu fajar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alquran secara eksplisit mengisyaratkan pentingnya waktu untuk digunakan dengan sebaik-baiknya. Bahkan Allah SWT bersumpah atas nama waktu dengan redaksi yang berbeda-beda.

Redaksinya seperti wal-fajr (demi waktu fajar), wal-lail (demi waktu malam), dan kalimat lainnya. Tak tanggung-tanggung, pentingnya perkara waktu ini juga seolah mengisyaratkan manusia bahwa hidup di dunia hanya sementara dan dari waktu yang diberikan, terdapat pertanggungjawaban atas segala apa yang diberi Allah SWT.

Baca Juga

Pentingnya waktu juga dikaitkan dengan waktu tibanya shalat. Pelaksanaan ibadah yang tidak sesuai dengan ketentuan waktu akan menimbulkan pertanyaan sah atau tidak shalat tersebut.

Dalam Alquran Allah SWT berfirman pada Surah Al-Isra ayat 78: “Aqimushalata lidululika as-syamsi ila gasaqil-laili wa Qur’anal-fajri. Inna Qur’anal-fajri kana masyhuda,”. Yang artinya: “Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat),”.

Dalam kitab tafsir al-Mishbah karya Pakar tafsir terkemuka, Prof Quraish Shihab, kata al-waqt (waktu) dalam Alquran diartikan sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan, bukan membiarkan pekerjaan berlalu begitu saja dengan hampa.

Sedangkan dalam kamus filsafat, setidaknya terdapat beberapa pengertian mengenai waktu. Antara lain sesuatu keajadian yang terdapat awal dan akhir, apa yang dibedakan oleh hubungan sebelum dan sesudah dan yang tak bisa dipisahkan dengan perubahan, aspek yang dapat diukur dengan durasi, hingga segmen-segmen urutan kejadian.

Ulama Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Manajemen Waktu dalam Islam menyebut, manusia harus menggunakan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya sebelum semuanya berlalu. Manusia yang berakal, menurut beliau, memiliki empat pembagian waktu.

Keempatnya antara lain saat bermunajat kepada Allah, mengukur kapasitas dirinya, memikirkan ciptaan Allah (belajar), dan saat menikmati makanan dan minuman atau rezeki yang diberikan Allah SWT. Menurutnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi juga mengandung keajaiban bila dipahami secara mendalam, di mana waktu terselip di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement