Senin 09 Dec 2019 06:57 WIB

Materi Khilafah, Wakil Komisi VIII: Jangan Hapus Sejarah

Materi khilafah dan jihad sebaiknya tidak dihapus hanya diluruskan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, menyarankan materi khilafah cukup diluruskan.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, menyarankan materi khilafah cukup diluruskan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, tidak sepakat dengan kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) yang menghilangkan materi pembelajaran maupun ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan perang atau jihad. 

Ace menilai konsep khilafah memang tidak mungkin diterapkan di Indonesia karena bangsa telah menyepakati sistem NKRI. 

Baca Juga

Namun demikian, materi khilafah bagian dari khazanah pemikiran politik Islam yang tidak boleh dihapus sebagai fakta sejarah Islam. "Kita tidak boleh menghapus fakta sejarah itu," ujar Ace saat dihubungi wartawan, Ahad (8/12). 

Karena itu, dia menilai anak didik juga perlu mengetahui sejarah kekhalifahan dalam perkembangan dunia Islam mulai dari kekhalifahan Ustmaniyah, kekhalifahan Abbasiyah hingga kekhalifahan Turki Utsmani yang terakhir di Turki. Karena itu, dia menilai fakta sejarah itu harus tetap disampaikan kepada peserta didik dan menjadi bagian dari sejarah Islam.

Namun, politisi Partai Golkar itu menekankan perlunya penguatan nilai-nilai kebangsaan harus ditanamkan ke para anak didik serta argumen pentingnya  pilihan bernegara kita.

"Jadi bukan dengan menghapus materinya tapi mendeskripsikan argumen sejarah, filosofi dan implementasi keharusan kita menerapkan konsep negara bangsa NKRI saat ini," ujar Ace.

Ace mendorong para pendidik memberikan penjelasan yang utuh terhadap materi kekhalifahan dan alasan sistem kenegaraan Indonesia saat ini. Dia mengungkap pengalamannya saat mendapat pengajaran terkait materi khilafah di pesantren. 

Ace menuturkan, pada pendidiknya di pesantren kala itu menjelaskan bahwa khilafah tidak mungkin diterapkan dalam sistem politik Indonesia saat ini. 

"Para kiai kami menjelaskan tentang konsep itu merupakan ijtihadiyah yang tidak bisa diterapkan saat ini. Menurut para Kyai kami dulu, kita sudah tepat menjadikan sistem yang saat ini kita anut dengan Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan kita sebagai bentuk final bernegara," ujar Ace.

Dia menegaskan, jadi yang seharusnya dikedepankan adalah kemampuan para pendidik untuk menjelaskan tentang konsep mengapa menerapkan sistem kenegaraan saat ini.  

Kementerian Agama melalui surat edaran tertanggal 4 Desember memerintahkan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah/Pendidikan Islam mengimplementasikan KMA Nomor 183 Tahun 2019. Salah satunya, seluruh materi ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan perang atau jihad telah diperintahkan untuk ditarik dan diganti.

Penghilangan materi khilafah dan jihad sesuai ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3751, Nomor 5162, dan Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI. 

Kementerian Agama (Kemenag) menginginkan materi ujian di madrasah lebih mengedepankan kedamaian, keutuhan, dan toleransi.

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag, Umar, menjelaskan, yang dihilangkan sebenarnya bukan hanya materi khilafah dan perang. Setiap materi yang berbau kekanan-kananan atau kekiri-kirian juga dihilangkan.

Dia mengatakan, setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan, dan toleransi juga dihilangkan. "Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah," kata Umar, Sabtu (7/12).

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement