Rabu 20 Nov 2019 17:58 WIB

Wamenag: Radikalisme tak Terkait Cadar dan Cingkrang

Celana cingkrang dan cadar tak terkait radikalisme.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Wanita bercadar (ilustrasi)
Foto: Youtube
Wanita bercadar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'ad mengatakan, pemerintah saat ini sedang melakukan pengarusutamaan moderasi agama di Kementerian Agama dan juga kementerian/lembaga lainnya. Menurut dia, hal itu penting menangkal paham radikal dan paham intoleran.

"Ini tidak hanya di Kemenag tapi juga di semua kementerian. Ini untuk menangkal paham-paham radikal dan paham intoleran yang bisa menganggu kebangsaan ini," ujar Zainut saat menjadi pembicara dalam diskusi publik "Pasang Surut Hubungan NU dan Pemerintah dalam Membangun Bangsa" di Kantor PWNU DKI Jakarta, Matraman Jakarta Timur, Rabu (20/11). 

Baca Juga

Saat Menteri Agama Fazhrul Razi baru ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, lanjut dia, barangkali banyak masyarakat yang kaget karena langsung membuat pernyataan yang tegas untuk melawan radikalisme. Isu itupun kemudian menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. 

"Setelah itu, kemudian muncul satu wacana terkait cadar dan celana cingkrang. Ini kesannya ada kaitannya antara radikalisme antara radikalisme dan celana cingkrang,"  ucapnya. 

 

Padahal, menurut dia, tidak ada kaitannya antara radikalisme dan celana cingkrang maupun dengan cadar. Karena itu, pada saat rapat dengan Komisi VIII DPR RI Zainut meminta agar memisahkan kedua hal itu. "Saya jelaskan kepada teman-teman agar memisahkan hal itu. Pertama, berkaitan dengan radikalisme kita harus menyamakan pemahaman kita terhadap radikalisme itu," katanya. 

Wakil Ketua MUI ini menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang bisa masuk dalam kategori radikalisme. Pertama, yaitu penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. "Jika ajaran agama atau ajaran apapun yang menista tehadap nilai kemanusiaan itu termasuk kategori radikalisme," jelasnya. 

Kedua, lanjut dia, ketika paham tersebut mengingkari nilai-nilai kesepakatan nasional, seperti Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tinggal Ika, maka paham tersebut bisa dikatakan sebagau radikalisme. "Ketika paham itu mengingkari Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika itu sebagai sesuatu hal yang masuk kategori radikalisme," ujarnya. 

Ketiga, menurut dia, ketika ajaran atau paham itu membangun semangat intoleran, maka hal itu juga bisa dikatakan masuk dalam kategori radikalisme. "Intoleran Artinya, menganggap kelompok dia, paham dia yang paling benar, yang lain bid'ah, yang lain sesat, masuk neraka. Ini adalah masuk dalam kategori radikal," katanya.

Sebenarnya, lanjut dia, pihaknya lebih sepakat menggunakan istilah ekstremisme. Namun, karena sudah terlanjur, maka harus diberikan makna atau tafsir yang bisa disepakati bersama terkair radikalisme itu. "Saya tanyakan kepada anggota dewan terkait tiga hal itu, setuju gak? setuju mereka. Baru kemudian saya bicara tentang celana cingkrang dan cadar. Jadi itu sesuatu hal yang lain," jelasnya. 

Menurut dia, masalah penggunaan cadar dan celana cingkrang itu hanya diperuntukkan untuk aparatur sipil negara (ASN) yang ada di kementerian. "Itu dalam rangka menertibkan, mendisiplinkan aparat negara yang memang itu diatur dalam ketentuan pemerintah. Itupun penerapannya tetap memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia, nilai syariah atau ajaran agama. Tidak boleh serampangan,

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement