Jumat 06 Dec 2019 05:26 WIB

Gaok, Tradisi Lisan Majalengka yang Jadi Media Dakwah Islam

Gaok bukan hanya tontonan, tapi tuntunan dakwah bagi masyarakat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Gaok, Tradisi Lisan Majalengka yang Jadi Media Dakwah Islam. Seniman asal Majalengka, Aki Rukmin (77 tahun) saat memainkan kesenian Gaok dalam acara Seminar Hasil Penelitian Isu-Isu Aktual Bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan di Bekasi, Kamis (5/12).
Foto: Republika/Muhyiddin
Gaok, Tradisi Lisan Majalengka yang Jadi Media Dakwah Islam. Seniman asal Majalengka, Aki Rukmin (77 tahun) saat memainkan kesenian Gaok dalam acara Seminar Hasil Penelitian Isu-Isu Aktual Bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan di Bekasi, Kamis (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Gaok merupakan tradisi lisan di Majalengka yang kini hampir punah. Anak-anak muda Sunda di Majalengka kini sudah jarang mempelajari kesenian ini. Padahal, dulunya tradisi lisan ini merupakan salah satu media dakwah dalam penyebaran Islam di Majalengka.

Juru Gaok asal Majalengka, Aki Rukmin (77 tahun) mengatakan, budaya masyarakat Indonesia sekarang sudah terkubur karena datangnya budaya dari luar. Kini generasi muda pun sangat jarang yang ingin mempelajari kesenian gaok.

Baca Juga

“Anak-anak muda Sunda sekarang sulit. Bilang malulah, nggak bisalah karena sekarang budaya itu sampai terkubur dalam-dalam sama budaya luar,” ujar Aki Rukmin saat berbincang dengan Republika.co.id dalam acara Seminar Hasil Penelitian Isu-Isu Aktual Bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan di Bekasi, Kamis (5/12).

Menurut Aki Rukmin, semua kesenian itu harus dimulai dari rasa senang sehingga bisa memiliki semangat yang tinggi untuk mempelajarinya. Jika anak muda sekarang tidak memiliki semangat, kata dia, maka tidak akan bisa mempelari kesenian Gaok.

Kendati demikian, Aki Rukmin menyarankan kepada anak-anak muda memanfaatkan teknologi dalam mempelajari kesenian Gaok. Menurut dia, anak muda bisa menggunakan aplikasi rekaman sehingga bisa menghafal tembang seni Gaok.

“Jadi mereka bisa belajar dengan direkam. Nanti mempelajari sambil tidur. Kan kalau masih muda cepat menangkapnya,” kata Aki Rukmin.

Saat memainkan kesenian Gaok, Aki Rukmin kerap menyampaikan ajaran Islam dengan menggunakan bahasa Sunda sehingga masyarakat Majalengka bisa memahaminya dengan mudah. Karena itu, menurut dia, Gaok ini sebenarnya bukan hanya sekadar tontonan saja, tapi juga merupakan sebuah tuntunan bagi masyarakat. 

“Naskah itu isinya ada ajaran-ajaran Islam seperti kisah-kisah nabi. Kemudian ajaran Islam yang juga mengharuskan mengeluarkan zakat dari hasil pertanian, itu ada,” ujar Aki Rukmin.

Kesenian Gaok ini belum lama ini diteliti oleh peneliti dari Balai Litbang Agama Jakarta, Mahmudah Nur. Dia pun pernah mengunjungi rumah Aki Rukmin di Majalengka untuk mengungkap kesenian Gaok tersebut.

Menurut Mahmudah, Gaok adalah seni membaca atau menyanyikan wawacan dengan langgam pupuh. Biasanya, juru Gaok menyesuaikan wawacan yang dibacakan dengan acara yang dihadirinya.

“Misalnya jika di acara tradisi sebelum atau mau panen, dia akan membawakan wawacan Sulanjana, tentang asal muasal padi. Jadi menyesuaikan dengan acaranya,” ujar Mahmudah kepada Republika.co.id.

Namun, menurut dia, wawacan yang paling sering dibawakan oleh Aki Rukmin adalah  wawacan Sam’un. Wawacan ini mengisahkan anak kembar Gandawardaya dan Gandasari dari negeri Bandar Alam yang menyebarkan agama Islam dan musuhnya adalah Sam’un.

Menurut Mahmudah, dalam wawacan Sam’un tersebut sebenarnya juga memuat ajaran Islam. Selain itu, kata dia, wawacan dalam kesenian Gaok juga ada yang menceritakan tentang kisah para nabi. Hal ini mempertegas kesenian Gaok ini dulunya menjadi salah satu media dakwah Islam di Majalengka.

“Jadi Gaok ini salah satu cara untuk mendakwahkan Islam. Dulu, sejarahnya Gaok itu menjadi media untuk menyampaikan agama Islam di Majalengka yang dibawa oleh pangeran Muhammad,” ujar Mahmudah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement