Kamis 05 Dec 2019 16:17 WIB

Ketua Muhammadiyah Sarankan PMA Majelis Taklim Dicabut

PMA tentang majelis taklim dinilai akan menghambat perkembangan dakwah di Indonesia.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad menyarankan PMA Majelis Taklim dicabut. Foto ilustrasi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad menyarankan PMA Majelis Taklim dicabut. Foto ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah majelis taklim mengaku enggan didikte oleh Kementerian Agama (Kemenag) dengan modul serta Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Selain itu, ada organisasi majelis taklim yang kecewa karena tidak diajak merumuskan PMA dan modul untuk majelis taklim.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad menanggapi polemik PMA dan modul untuk majelis taklim. Menurutnya, kalau PMA tentang majelis taklim tidak ada manfaatnya sebaiknya tidak usah dilanjutkan.

Baca Juga

"Menurut saya dicabut saja (PMA majelis taklim) kalau dianggap tidak bermanfaat, tapi kalau dianggap bermanfaat, revisi dengan mengajak ormas-ormas Islam untuk membicarakan perlu atau tidak (PMA itu)," kata Prof Dadang kepada Republika.co.id, Kamis (5/12).

Ia menjelaskan, sesuatu yang tidak ada manfaatnya meski sudah diputuskan boleh saja dicabut lagi. Apalagi ada penolakan dari majelis taklim yang merasa gerak langkahnya dihambat. Menurutnya, PMA tentang majelis taklim akan menghambat perkembangan dakwah Islam di Indonesia.

Namun, dia mengatakan, jika Kemenag ingin membicarakan kembali PMA tentang majelis taklim, maka bicarakan dengan memanggil seluruh ormas-ormas Islam. Kemenag tinggal meminta pandangan mereka terhadap PMA tersebut.

Dia juga mengingatkan, majelis taklim sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Majelis taklim juga tersebar di berbagai daerah. Ada majelis taklim yang dikelola ormas-ormas Islam, dewan kemakmuran masjid (DKM), dan masyarakat.

"Saya kira dari dulu juga kita tidak pernah mengkhawatirkan majelis taklim, majelis taklim berjalan sebagaimana biasanya," ujarnya.

Prof Dadang berpandangan, adanya peraturan yang mengharuskan majelis taklim mendaftar ke Kemenag itu akan menyulitkan majelis taklim sehingga perkembangan majelis taklim terhambat. Menurutnya, majelis taklim tidak perlu diawasi, justru mereka harus didorong berkembang.

Terkait modul untuk majelis taklim, menurut dia, sama saja dengan membatasi majelis taklim. Dia khawatir modul-modul itu mengarah pada penyeragaman paham keagamaan. Padahal di Indonesia paham keagamaan begitu beragam.

"Majelis taklim ada untuk mendidik masyarakat, menguatkan akidah, membuat rajin ibadah dan memperbagus akhlak, saya kira semuanya hampir sama majelis taklim itu seperti itu, jangan terlalu khawatir dengan umat Islam, umat Islam orang-orangnya baik," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement