Ahad 01 Dec 2019 23:23 WIB

Corak Khas Pesantren Darunajah Pesanggrahan

Kini, Pondok Pesantren Darunnajah jadi pesantren terkemuka di Jakarta.

Rep: Muhyiddin./ Red: Agung Sasongko
Salah satu sudut Pesantren Darunnajah Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Salah satu sudut Pesantren Darunnajah Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga lain yang turut mewarnai sejarah pesantren di Jakarta dan sekitarnya ialah Pondok Pesantren Darunajah di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Dari segi usia, pesantren tersebut lebih muda daripada Pondok Pesantren Syekh Quro dan Pesantren Guru Marzuki. Coraknya juga terbilang khas karena mengombinasikan pola pendidikan salaf dan modern.

Pendirinya adalah KH Abdul Manaf Mukhayyar yang juga berasal dari Betawi. Abdul Manaf Mukhayyar lahir di Kampung Kebon Kelapa, Palmerah, Jakarta Barat, pada 22 Juni 1922. Saat masih anak-anak, dia pernah mengenyam pendidikan di sekolah Belanda. Setelah itu, atas izin orang tuanya, dia belajar pada Jamiat Kheir di bi langan Karet, Tanah Abang, Jakarta.

Pada masa pendidikan di Jamiat Kheir, pada 1939 Abdul Manaf mulai menggagas pendirian madrasah dengan sistem modern. Ide ini akhirnya berhasil dia wujudkan dengan menginisiasi Madrasah Islamiyah pada 1942. Pola pendidikan yang diterapkan di sana mengikuti sistem modern tanpa menanggalkan sama sekali unsur-unsur keislaman.

Selain itu, dia berupaya memberikan bantuan pendidikan cuma-cuma kepada anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Dengan berbagai upaya, Kiai Abdul Manaf akhrinya berhasil mendirikan Pondok Pesantren Darunnajah. Dalam perkembangannya, lembaga ini menjadi salah satu pesantren terkemuka di Jakarta atau bahkan seluruh Indonesia.

Pada awal 2012,Yayasan Darunnajah tercatat memiliki 14 unit pesantren di penjuru Tanah Air. Jumlah santrinya mencapai ribuan orang dari berbagai macam daerah. Tidak hanya konsen di dunia pendidikan. Kiai Abdul Manaf juga turut berjuang, terutama pada era kemerdekaan Indonesia.  

Pada masa revolusi, dia ikut dalam perjuangan bersenjata melawan Belanda yang ingin kembali menjajah negeri tercinta. Dia termasuk dalam laskar pejuang di Rawabelong, Kebayoran Lama, dan Palmerah. Pada 21 September 2005 Kiai Abdul Manaf wafat dalam usia 83 tahun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement