Di Amerika apokaliptisisme mendapat penerimaan luas lagi di kalangan orang Protestan yang pada umumnya berasal dari negara-negara Anglo Saxon. Pada abad ke-19 M kepercayaan ini melahirkan banyak aliran-aliran keagamaan. Dan berdasarkan kepercayaan apokaliptik ini pulalah salasilah fundamentalisme berpucuk dan kepada pendukungnya pula sebutan fundamentalis dinisbahkan.
Menurut Smithals Dictionary of the Hitory of Ideas (2004), berkembangnya apokaliptisisme di Amerika bermula dengan munculnya kelompok Adventis dan gerakan kesaksian Yehova atau Yahwe. Di antara pokok ajaran kelompok ini ialah bahwa seorang yang beriman harus meyakini kehadiran Roh Kudus dalam diri manusia dan kedatangan Isa Almasih untuk kedua kalinya di dunia ini, Kecuali itu ia harus meyakini bahwa isi Bibel itu sepenuhnya benar, karena ia merupakan satu-satunya kitab yang diwahyukan.
Berdasarkan kepercayaan itu William Miller, pendeta yang merintis lahirnya kelompok Adventis pada abad ke-19, meramalkan bahwa Isa Almasih akan turun kembali ke dunia antara tahun 1843-4. Teolog lain Charles T. Russel mengemukakan bahwa Isa Almasih muncul secara rahasia pada tahun 1874 dan akan mulai mewujudkan misinya pada tahun 1914. Berdasarkan pengakuan Russel inilah Gerakan Kesaksian Yehova lahir.
Tetapi bangkitnya kepercayaan ini dalam arti sebenarnya bermula pada awal abad ke-20. Yaitu ketika Dwight L. Moody, seorang evangelis atau penginjil terkemuka, menerbitkan serial buku kecil yang diberi judul The Fundamentals pada tahun 1910. Tulisan-tulisannya merupakan tanggapan dan kritik keras terhadap berkembangnya teologi liberal dan sekularisme di AS. Berdasarkan judul serial buku Moody ini sebutan fundamentalisme terhadap gerakan keagamaan radikal diambil.
Pada tahun 1919 sebuah kelompok garis keras dalam Protestanisme muncul pula mendirikan sebuah organisasi diberi nama World’s Christian Fundamentals Association. Setahun kemudian sempalan dari gerakan ini mengumumkan sikap anti modernisme. Curtis Lee Lavis, editor majalahWatchman Examiner (terbitan Gereja Baptis) menyebut kelompok ini sebagai kaum fundamentalis. Dasar-dasar ajaran Moody, yaitu keyakinan terhadap hadinya Roh Kudus dalam diri manusia dan kedatangan kembali Isa Almasih untuk kedua kalinya kelak, lantas dijadikan asas teologi Gereja Baptis.
Namun di antara buku abad ke-20 yang paling berpengaruh ialah Evangelische Kommentare (1968) karangan Moltman. Di situ teolog terkemuka itu menggagaskan sebuah Teologi Harapan, Dalam bukunya itu dia mengajarkan bahwa semua kekuatan Kristen Protestan harus ditumpukan untuk mencapai tujuan apokaliptik sejarah, oleh karena kebangkitan Isa Almasih merupakan tanda berakhirnya dunia dari cengkraman penderitaan, ketakadilan dan kefanaan. Menurut Moltman, “Revolusi sosial disebabkan keadaan tidak adil adalah hasil dari pengamatan yang seksama atas harapan melalui kebangkitan kembali Isa Almasih”.
Tetapi menurut Joel Carpenter, gagasan kaum fundamentalis itu berkembang bukan semata-mata disebabkan penentangannya terhadap modernisme, liberalisme dan sekularisme. Juga bukan semata-mata disebabkan persoalan politik. Terlalu sederhana jika suatu gerakan keagamaan yang besar dan dominan muncul disebabkan paham-paham duniawi yang tidak terlalu sukar ditransformasikan dan diberi sifat keagamaan. Fundamentalisme keagamaan, menurut Carpenter, berakar dalam ide-ide keagamaan yang telah berkembang di Amerika pada abad ke-19. Ia memberi contoh Pantekosta, sebuah aliran keagamaan yang populis dan menonjol pada abad ke-20.
Pantekosta memperoleh banyak pengikut justru karena menekankan pada kepercayaan bahwa Roh Kudus bisa dipanggil hadir ke dalam jiwa seseorang melalui doa-doa dan nyanyian. Aliran ini juga yakin bahwa apabila seseorang telah kerasukan Roh Kudus, maka dapat menjadi sarana untuk menyampaikan apa yang ingin dikemukakan oleh Roh Kudus. Seperti Gereja Baptis, Pantekosta berkembang menjadi gerakan keagamaan besar karena keberhasilan mengumpulkan uang dri setiap jemaahnya, misalnya sepersepuluh dari hasil yang diperoleh dalam bisnis atau pekerjaan lain.
Sepanjang tahun 1920 – 1960 gerakan fundamentalisme mengalami perkembangan yang cukup menakjubkan. Tetapi lebih menakjubkan lagi perkembangannya dalam dasawarsa 1990an, terutama sejak Bush terpilih menjadi presiden AS pada tahun 1998. Daya tarik utamanya adalah apokaliptisisme dan milleniarisme yang diajarkannya. Tetapi Bratcher dalam artikelnya “Doomsday Prophets” (The Voice, 14 Agustus 2006) menyatakan bahwa oleh karena penganut kepercayaan apokaliptik ini beranggapan bahwa kejahatan itu datang dari luar golongan mereka, maka gerakan mereka tidak jarang muncul sebagai gerakan yang egosentris dan arogan, serta merasa bahwa hanya kelompok mereka saja yang benar. Umat atau golongan agama lain dipandangnya sebagai serba jahat dan merupakan sumber utama kerusakan di muka bumi.
Untuk kepuasan diri sendiri, kata Bratcher lagi, Tuhan diminta segera campur tangan melalui doa, sedangkan mereka wajib melakukan persiapan-persiapan yang memadai untuk menyongsong datangnya akhir zaman. Padahal eskatologi yang sebenarnya, kata Bratcher lagi, justru mengajarkan agar kita ini berbuat adil dan benar untuk mencapai keselamatan, serta saling mencintai, tawadduk dan benar-benar tunduk kepada kemauan Tuhan. Kejahatan adalah masalah internal manusia, dan bisa muncul di lingkungan penganut agama atau ideologi apa saja tidak terkecuali Kristen, Yahudi dan Islam.