Ahad 01 Dec 2019 20:45 WIB

BWI Mendorong Gerakan Digitalisasi Wakaf

Wakaf digital menyasar donatur milenial.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Wakaf
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) sudah memulai gerakan digitalisasi wakaf dengan mendorong para nadzir atau pengelola wakaf untuk memanfaatkan teknologi digital. Sejumlah platform kini sudah memanfaatkan teknologi dalam penghimpunan dan sosialisasi wakaf.

Komisioner BWI, Iwan Agus Setiawan Fuad mengatakan, proses digitalisasi wakaf sudah dimulai sekitar dua tahun yang lalu. BWI mendorong seluruh nadzir agar mulai menggunakan teknologi digital untuk crowdfunding dan sosialisasi tentang wakaf.

Baca Juga

"Ada beberapa platform yang memang sudah munculkan di tengah masyarakat, misalnya Fintech Ammana itu salah satu fintech syariah pertama yang di dalamnya ada wakaf sebagai bagian dari crowdfunding yang dilakukan oleh salah satu platform itu," kata Iwan kepada Republika, Ahad (1/12).

Ia menerangkan, Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU) termasuk beberapa lembaga swasta sudah mengeluarkan fintech wakaf. Jadi sesungguhnya BWI sudah mendorong seluruh komponen masyarakat termasuk nadzir untuk bisa menggunakan teknologi digital.

BWI juga sudah berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) membuat informasi wakaf terpusat. Jadi BI dan BWI sudah membuat database wakaf. Di dalamnya akan ada data dan laporan wakaf. "Mungkin tahun depan kita launching (data base wakaf) tapi prosesnya sudah lebih dari setahun kita menyiapkannya," ujarnya.

General Manager Wakaf Dompet Dhuafa, Bobby P Manullang mengatakan, sekarang sudah ada beberapa nadzir yang menggunakan teknologi digital untuk menghimpun wakaf. Sementara nadzir-nadzir lainnya masih banyak yang belum memanfaatkan teknologi digital.

Menurutnya, pemanfaatan teknologi digital yang paling dasar untuk mengembangkan literasi wakaf di Indonesia. Sekarang sebagian besar generasi milenial menggunakan sarana media digital untuk komunikasi. Maka para nadzir perlu masuk ke dunia digital untuk memberikan literasi tentang wakaf kepada mereka.

"Dulu wakaf menyasar donatur premium tapi mereka tidak familiar di dunia digital, hari ini ketika kita menyasar donatur milenial, generasi milenial ini adalah masa depan dari literasi dan penghimpunan wakaf, maka mau tidak mau wakaf harus sudah masuk (ke dunia) digital," kata Bobby kepada Republika, Ahad (1/11).

Menurutnya, donatur premium perlu didekati dengan persuasif sehingga mereka mau berwakaf. Sekali mereka memberikan wakaf, jumlahnya sangat besar. Tapi sekarang di era digital penghimpunan wakaf nominalnya kecil-kecil tapi kuantitasnya banyak. Karena yang wakaf generasi milenial dari kalangan mahasiswa dan pelajar.

Donasi generasi milenial sekitar Rp 50 ribu atau Rp 20 ribu tapi jumlah mereka banyak. Artinya penghimpunan wakaf secara digital pada hari ini tidak menyumbangkan nominal yang besar dari setiap donaturnya. Tapi donatur yang loyal ada di dunia digital mereka adalah generasi milenial.

Bobby menyampaikan, menurut catatan beberapa nadzir setelah memanfaatkan teknologi digital terjadi peningkatan transaksi rata-rata hampir tiga kali lipat. "Kalau Dompet Dhuafa, catatan saya di Oktober 2018 jumlah transaksi wakaf 2.400 transaksi tapi begitu masuk ke digital jadi 8.600 transaksi wakaf di Oktober 2019," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement