Kamis 21 Nov 2019 13:36 WIB

Terkenang HAMKA dan Pramoedya: Ketika Abdul Somad di KPK

Terkenang HAMKA dan Pramoedya: Ketika Abdul Somad di KPK

Ustaz Abdul Somad usai memberikan kajian tausiyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/11).
Foto:

Lalu bagaimana dengan nasib Pramoedya dan cerita perseteruannya sesudah itu?

Dalam hal ini, semua sudah tahu, Pram kemudian berganti masuk dalam penjara dan pembuangan di Pulau Buru karena di dakwa sebagai tokoh penting PKI oleh rezim pengganti Sukarno, yakni Orde Baru. Sama dengan Hamka, Pramoedya pun menjadi kaum buangan tanpa pengadilan. Semula masuk di penjara Jakarta, kemudian dibawa kapal ke Pulau Buru dengan perjalanan menyinggahi Pelabuhan Cilacap. Kisah ini ada dalam novel Pramoedya: Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.

Uniknya, berbeda dengan Pramoedya yang tak pernah membela Hamka kala didakwa sebagai plagiat, situasi berbalik total ketika suasana politik kini memihak Hamka. Penyair kondang Taufiq Ismail beruang kali menceritakan penolakan Hamka ketika segala karya Pramoedya Ananto Toer dilarang. Tak tanggung-tanggung, Hamka menyatakan dalam sebuah rapat terbuka di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

‘’Saya ingat betul karena saya jadi panitia acara itu. Hamka menolak dengan keras ketika karya Pramoedya dan para penulis sepahaman dengannya oleh kejaksaan di larang terbit atau diedarkan. Hamka menolak keras. Dia membela hak Pramoedya di tengah suasana rezim yang saat itu sudah berubah,’’ kata Taufiq dalam sebuah perbicangan di ‘Rumah Puisi’-nya di dekat kampung Pande Sikek, Buki Tinggi.

Dan, selepas dari masa tahanan di Pulau Buru, ketika sudah berkumpul kembali dengan keluarganya, ganti Pramoedya membalas kebesaran hati Hamka. Kala itu seorang putrinya akan menikah dengan seseorang yang hendak menjadi mualaf (memeluk agama Islam). Ketika putrinya meminta saran dan izin, Pramoedya mengatakan belajarlah Islam dahulu.

‘’Lau belajar pada soal ayah?” tanya putri Hamka kepada ayahnya perihal keinginan calon menantunya yang ingin belajar Islam.

‘’Sana belajar kepada HAMKA. Dia adalah sosok konsisten dan baik. Belajarlah Islam kepada dia," kata Pramoedya.

Nah, pada masa kini tentu saja baik sikap HAMKA dan Pramoedya bukan cerita dalam dongeng atau komik. Itu cerita nyata dan telah terjadi dalam soal hubungan soal ideologi, agama, dan politik. Ternyata semua bisa berangsung damai dan tak perlu saling cekal dan menghilangkan.

Jadi, untuk masa kini, masuk akal, hendaknya semua pihak, terutama kaum Muslim, sangat terenyuh ketika ada seorang petinggi lembaga negara—KPK—melarang seorang ustaz, yakni Abdul Somad. Dia merasa kecolongan karena ada kelompok karyawan di lembaganya mengundang ustaz yang kini ‘cenderung’ tidak disukai oleh pihak yang tengah menggenggam kekuasaan.

Jejak berita di Republika.co.id di bawah ini jelas membuat terenyuh. Terbayang kembali suasana pembelahan masyarakat yang pada 1960-an sudah terjadi. Dan saat itu para tokoh tetua bangsa yang kini menjadi guru besar Universitas Paramadina, Prof DR Avdul Hadi WM, ketika ditanya soal itu, dia mengatakan: saat itu pembelahan makin keras, cuma kita tidak tahu kapan benturan dahsyat masyarakat akan terjadi.

Ya, coba bayangkan betapa tidak eloknya berita yang tertulis begini:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku sempat berusaha mencegah kajian Ustaz Abdul Somad (UAS) yang digelar pegawai pada Selasa (19/11). Ia pun menegaskan, UAS tidak diundang oleh KPK secara lembaga.

"Kalau Ustaz Abdul Somad itu sama sekali bukan KPK yang mengundang. Ada beberapa staf yang mengundang namanya organisasi BAIK (Badan Amal Islam KPK). Saya saja baru dikasih tahu malamnya kalau besok saat abis shalat Zhuhur ada kajian Ustaz Abdul Somad. Jelas saya mencegah," katanya kepada wartawan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (20/11).

Agus menambahkan, ia berusaha mencegah agar organisasi baik tidak mengundang UAS ke KPK untuk menghindari kontroversi. Menurut dia, ustaz yang diundang menggelar kajian di KPK seharusnya tidak berpihak pada aliran tertentu.

Dan setelah membaca berita itu, hanya doa dan harapan yang bisa dikemukakan. Mudah-mudahan bangsa dan negara ini ke depan tidak terjadi benturan dahsyat yang tidak tahu kapan meledaknya.

"Ya allah, maafkanlah ketidaktahuan kami!”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement