Dengan demikian, teks Quran sendiri secara linguistik telah meneguhkan keterkaitan antara kata ايد (aydin) dengan kata يد (yad) berdasarkan penggunaannya dalam redaksional ayat-ayat Quran tersebut, khususnya keterkaitan antara kata ايد (aydin) pada ayat Qs. adz-Dzariyat 51:47 dengan kata ايد (aydin) pada ayat Qs. al-A'raf 7:195. Ini merupakan bukti linguistik yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Apakah ada ulama era generasi Salaf dan era generasi Khalaf yang menyatakan bahwa asal-usul kata ايد (aydin) pada ayat Qs. al-A'raf 7: 195 itu berasal dari akar kata اد (āda) - ايدا (aydan)? Jawabannya, pasti tidak ada yang menyatakan demikian. Begitu juga kata ايد (aydin) pada ayat Qs. al-A'raf 7:195 memiliki bentuk ortografi tulisan yang sama dengan ortografi kata ايد (aydin) pada ayat Qs. adz-Dzariyat 51:47.
Pasti semua ulama generasi Salaf dan ulama generasi Khalaf juga sepakat bahwa kata ايد (aydin) pada ayat Qs. al-A'raf 7:195 itu berasal dari kata يد (yad). Namun, kini justru ada yang memanipulasi atau men-tahrif lafadz ايد (aydin) pada ayat Qs. adz-Dzariyat 51:47 yang diklaim berasal dari akar kata yang berbeda, yaitu berasal kata اد (āda). Padahal, ortografi kedua tulisan pada lafadz Quran tersebut sama, dan bacaannya pun juga sama. Bila ortografi kedua tulisan tersebut sama dan bacaannya tidak sama, maka hal ini mungkin masih bisa diperdebatkan.
Namun, justru kedua ortografi tulisan ايد (alif-ya'-dal) yang ter-i'rab ايد (aydin) pada kedua ayat tersebut ternyata bacaannya sama, tetapi mengapa kedua kata yang sama tersebut disimpulkan berasal dari akar kata yang berbeda? Ini merupakan sebuah tahrif lafdzi yang amat serius, yang bertentangan dengan konsistensi penggunaan mufradat ايد (aydin) dalam redaksional teks Quran. Artinya, tahrif lafdzi ini juga merupakan upaya tahrif Quran di masa abad ke-21 M.
Sementara itu, tahrif qira'ah (tahrif bacaan) pada abad ke-21 M. ternyata juga terjadi pada kitab Shahih Bukhari, meskipun ortografi tulisannya sama. Hal ini terkait ortografi tulisan ملكه (mem-lam-kaf-ha') yang kedua tulisan tersebut dibaca secara berbeda, meskipun tulisannya sama. Berikut teks hadits dalam kitab Shahih Bukhari yang mengalami tahrif bacaan tersebut.
(اءخذ بناصيتها) اي في ملكه وسلطانه
كل شيء هالك الا وجهه الا ملكه
Lihat Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ja'fi, Shahih Al-Bukhari (Riyadh: Dar as-Salam, 1999), hlm. 806 dan hlm. 837
Sementara itu, asal-usul kata ايد (aydin) pada ayat Qs. adz-Dzariyat 51:47 itu sejajar dengan asal-usul kata الايد (al-aydi) pada ayat Qs. Shad 38:17. Bentuk jamak kata ايد (aydin) bersifat "nakirah" itu sebagai "majestic plurality" yang dialamatkan kepada ALLAH dengan dhamir نحن (Nahnu), yakni "Kami" yang dalam hal ini sebagai kata ganti person ke-3, sedangkan bentuk jamak kata الايد (al-aydi) bersifat "ma'rifah", dan kedua kata bentuk jamak ini secara literal artinya "tangan-tangan."
Namun, makna literal ini tidak bermakna bahwa Dawud memiliki tangan lebih dari dua tangan secara fisik, meskipun tertulis bentuk jamak, الايد (al-aydi), lit. "tangan-tangan itu." Penggunaan bentuk jamak tersebut sebagai ekspresi "majestic plurality" (jam' li ta'dzim) yang dialamatkan kepada person yang dituju, Dawud. Itulah sebabnya, Abu Hayyan al-Andalusi mengalihkan maknanya dengan menggunakan metode takwil menjadi قوة (quwwah) dengan menyitir pendapat para Salaf. Abu Hayyan al-Andalusi (w. 745 H), dalam karya "magnusm opusnya" yang berjudul "Tafsir al-Bahr al-Muhith" juz VIII (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993), hlm. 140 menyatakan demikian:
(بايد) اي بقوة قاله ابن عباس و مجاهد وقتادة وهو كقوله داود ذا الايد
(bi-aydin) maksudnya "bi-quwwah" hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah, sebagaimana firman Allah yang berbunyi "Dawud sang pemilik al-aydi."
Imam Abu Hayyan al-Andalusi (w. 745 H) hidup sezaman dengan Imam Ibnu Taimiyah (w. 728 H), dan juga hidup sezaman dengan Imam adz-Dzahabi (w. 748 H). Tidak ada 1 pun ulama pada masa Salaf maupun masa Khalaf yang menyatakan bahwa kata ايد (aydin) adalah "masdar" dari tasrif kata اد (āda) - ايدا (aydan), kecuali ulama generasi abad XXI M., yakni Syaikh Utsaimin dan Syaikh Shalih Fauzan yang mengatakan bahwa istilah aydin (أيد) berasal dari kata:
آد يئيد أيدا
(āda - yaidu - aydan), lit. "kekuatan."
Pendapat ini sangat jelas bertentangan dengan penjelasan para mufassir zaman Salaf dan Khalaf yang mereka memiliki kepakaran di bidang tafsir dan linguistik. Salah satunya adalah Imam Fakhruddin ar-Raziy (w. 606 H/ 1209 M.), yang hidup pada era sebelum Imam Ibnu Taimiyah (w. 728 H). Imam Fakhruddin ar-Raziy adalah penulis kitab tafsir "Mafatih al-Ghaib. Pada kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib juz XXVIII, hlm. 188, beliau menjelaskan bahwa bentuk plural dari kata aydin (أيد) itu berasal dari bentuk singular dari kata yad (يد).
Menurutnya, bentuk kata plural dari kata aydin (أيد) itu juga berasal dari bentuk plural dari kata aydiy (أيدي). Huruf ya' (ي) yang kedua pada bentuk plural tersebut dihilangkan karena bertemu dengan dua tanda "sakin" (الساكن), yakni ya' (ي) dan nun (ن) dari tanwin.
Penjelasan Imam Fakhruddin ar-Raziy lebih bisa dipertanggungjawabkan karena sejalan dengan konsistensi penggunaan kata ايد (aydin) dalam keseluruhan redaksional teks Quran. Apalagi beliau juga tergolong sebagai ulama Ahlus Sunnah era generasi Khalaf, sang penerus era generasi Salaf.