Senin 11 Nov 2019 16:04 WIB

Penjelasan MUI Jatim Soal Larangan Salam Lintas Agama

Ajaran agama tidak bisa dicampuradukan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Hafil
Logo MUI
Logo MUI

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak menyampaikan salam limtad agama saat menyampaikan sambutan di acara resmi. Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori, imbauan tersebut merupakan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V MUI 2019, di Lombok, Provinsi NTB, pada Ahad (13/10)

"Jadi, imbauan itu bukan tanpa dasar. Itu merupakan salah satu hasil dari Rakernas MUI di NTB bulan Oktober lalu," kata Kiai Somad, sapaan akrabnya, dikonfirmasi Senin (11/11).

Baca Juga

Pada Rakernas tersebut, lanjut Kiai Somad, MUI Jatim menyerukan agar pejabat tidak memakai salam pembuka semua agama saat mengawali sambutan acara resmi. Sebab, memakai salam semua agama, bukan wujud toleransi.

"Bahkan seruan MUI Jatim ini disepakati oleh Sekjen MUI Pusat (Anwar Abbas). Seruan MUI Jatim bukan tanpa dasar, justru kami ini ingin meluruskan ummat, agar tidak mencapuradukkan agama," ujar dia.

 

Kiai Somad menjelaskan, salam yang ucapkan merupakan doa, dan doa adalah ibadah. Setiap agama, kata dia, punya cara masing-masing dalam menyampaikan salam, sehingga tidak baik jika mencampuradukkan ibadah satu dengan yang lain.

"Jadi perlu dipahami, seruan itu karena doa dan doa itu adalah ibadah. Misalnya saya terangkan salam seperti dalam ajaran Islam, yakni Assalamualaikum itu doa yang artinya semoga kita diberi keselamatan. Masing-masing agama punya cara dan doa sendiri sesuai keyakinannya. Jadi ajaran agama ini tidak bisa dicampuradukkan," ujar dia.

Imbauan ini, kata Kiai Somad, merupakan wujud toleransi dan kerukunan antar agama. Dia menilai masyarakat tidak paham, jika menganggap seruan MUI Jatim bentuk tidak toleransi antar agama.

Dia menegaskan, sangat setuju adanya toleransi dalam perbedaan, saling menghormati, menghargai antar ummat beragama. Imbauan MUI Jatim, menirutnya merupakan wujud kerukunan. Maka dari itu, dia menyarankan pejabat yang Muslim menggunakan salam secara Islam, begitu juga agama lain.

"Sehingga tidak mencampuradukkan salam. Ibadah itu tidak bisa dicampuraduk, jangan salah kaprah mengadakan doa bersama, semua doa diamini oleh semua agama, itu sama halnya merusak keyakinan agama," kata Kiai Somad.

Imbauan MUI Jatim ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori pada Jumat, 8 November 2019. Ada delapan poin dalam surat imbauan itu, yakni meminta para umat Muslim membaca salam sesuai dengan agamanya, tidak memakai salam agama agama dalam sambutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement