Jumat 25 Oct 2019 09:48 WIB

Kisah Kiai Hasan Makarim Berdakwah di Lapas

Sebelum memutuskan untuk berdakwah di Lapas, Kiai Hasan sempat mendapat cemooh.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Lapas (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO
Lapas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiai Hasan Makarim diundang dalam sebuah kuliah umum yang digelar Dompet Dhuafa di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidatullah Jakarta, Kamis (24/10). Koordinator pembimbing rohani Islam se-Lapas Nusakambangan itu menyampaikan pengalaman dirinya selama membimbing para narapidana.

Sebelum memutuskan untuk berdakwah di Lapas, Hasan sempat mendapat cemooh. "Tahun 1991 saya dicemooh buat apa dakwah di Lapas, tempat bermukim penjahat ulung. Saat itu sangat jarang yang berdakwah di Lapas, dan ini kesempatan buat kita, harus ada yang berdakwah di sana," paparnya.

Menurut Hasan, satu penjahat ulung yang telah berhijrah, bertobat, itu wujud investasi pada ketentraman masyarakat. Kekhawatiran para orang tua dan masyarakat kepada mereka pun terkikis. Di lingkup yang lebih besar, keberadaan mereka akan mengurangi tugas-tugas keamanan di negeri ini.

"Jadi kita harus ambil bagian dengan berdakwah di lapas-lapas," tuturnya.

Upaya Hasan berdakwah di lapas telah memberi dampak positif. Banyak narapidana yang memutuskan untuk menghapus tato di tubuhnya, bahkan ada yang menjadi mualaf. Di Lapas Nusakambangan, dia menggelar Lomba Pekan Muharram, di antaranya lomba ceramah, kaligrafi, cerdas cermat dan nasyid. Narapidana kasus terorisme pun turut serta.

Proses awal Hasan berdakwah di Lapas Nusakambangan yakni dengan berceramah umum di masjid, mushala, aula, maupun halaman kebun. "Setelah ceramah, ada beberapa yang maju, jadilah focus group discussion, terus dari grup diskusi, ada yang ingin curhat pribadi, muncullah program individual conselling," tuturnya.

Hasan pun mengingatkan, hal yang paling berat adalah mendengar keluh-kesah orang lain. "Tapi ini penting, kita harus sabar mendengar keluh-kesah orang lain. Dan seorang dai harus menunjukkan wajah ceria, jangan cemberut. Bagaimana mau merespons dengan kita, kalau dakwahnya cemberut, harus ceria," ujarnya.

Dalam dakwah, Hasan menekankan, jangan pernah mau dimanjakan. Dia menjelaskan, di tujuh lapas yang berada di Pulau Nusakambangan itu, jarak tempuh terjauh yakni 15 kilometer. Listrik dan air pun sulit didapat. "Saya sampai sempat mengendarai truk. Makanya, kita harus bisa menyetir (mobil). Dan siapkan doa, zikir," ungkapnya.

Hal yang dibutuhkan bagi seorang dai, papar Hasan, di antaranya rajin membaca Alquran, tidak bergaya hidup mewah, terbuka menerima masukan, cerdas mengelola waktu, ambil yang baik dari tiap keadaan, dan zero expectation alias ikhlas.

"Bila kalian kosongkan botol minum, maka udara yang akan masuk, nah begitu juga dengan ini, jika zero expectation, maka kekuatan Allah akan masuk," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement