Selasa 05 Nov 2019 04:30 WIB

Menikahi Wanita Ahlul Kitab Yahudi Nasrani, Masih Relevan?

Ulama berbeda pendapat terkait relevansi ahlul kitab.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Menikah muda.ilustrasi
Foto: antarafoto
Menikah muda.ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Diskusi tentang hukum menikah beda agama yaitu ahlul kitab, dalam konteks ini, masih saja tetap hangat.  

Direktur Rumah Fikih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, menjelaskan mayoritas ulama telah bersepakat tentang kebolehan pernikahan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahli kitab. Karena, hal itu merupakan ketentuan langsung dari Allah SWT serta ditegaskan di dalam kitab-Nya yang abadi, Alquran.

Baca Juga

Dia menjelaskan nas  yang ada dalam Alquran menyebutkan dengan jelas bahwa halal bagi laki-laki Muslim menikahi wanita ahli kitab. Dan semua ulama sepakat bahwa laki-laki muslim dihalalkan untuk menikahi wanita ahli kitab.

Dalam Alquran Allah SWT berfirman, yang artinya:  “Dan dihalalkan (mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan (dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu.”  (QS al-Maidah: 5)

Para ulama juga sepakat bahwa kehalalan menikahi wanita ahli kitab ini berlaku bukan hanya pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabat saja, melainkan berlaku juga hingga pada masa berikutnya, sampai hari ini dan juga sampai selesainya alam semesta nanti.

Maka para ulama sepakat bahwa kehalalan menikahi wanita kitabiyah itu berlaku untuk terus menerus tdak terbatas pada  kurun waktu tertentu. Namun, menurut Ustaz Sarwat, yang jadi titik perbedaan pendapat adalah dalam menetapkan ke-ahli-kitab-an para wanita.

“Cuma masalahnya wanita Kristen di kampung kita sekarang ini dia bisa dianggap ahli kitab atau tidak? Itu aja yang jadi masalah. Kalau masa Nabi SAW tidak usah dipertanyakan, karena riil-nya memang seperti itu,” kata Ustaz Sarwat.

Sosok yang dikenal kepakarannya dalam bidang fikih ini menjelaskan, para ulama zaman sekarang berbeda pendapat dalam hal ketetapan seorang ahli kitab tersebut. Sebagian menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan wanita ahli kitab hanya terbatas pada kalangan tertentu, sedangkan sebagian lainnya meluaskan maknanya.

Bagi pendapat yang membatasi, menurut dia, mereka berpendapat bahwa ahli kitab sudah tidak ada lagi di masa sekarang.  Atau dengan kata lain, orang-orang yahudi dan nasrani yang dikenal sekarang ini, bukan termasuk dalam kategori ahli kitab sebagaimana yang dimaksud di dalam surah al-Maidah ayat 5 di atas.

“Ulama zaman sekarang beda-beda pendapat. Ada yang bilang  bisa dianggap ahli kitab, ada yang bilang tidak. Kalau di Indonesia rata-rata bilang tidak, Kristen itu bukan ahli kitab,” jelas Ustaz Sarwat. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement