Senin 21 Oct 2019 06:24 WIB

4 Mualaf Kulit Hitam Berpengaruh di Amerika Serikat

Mualaf kulit hitam menyuarakan kesetaraan ras.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Elijah Muhammad (kanan) dan Muhammad Ali (kiri)
Foto: noirg.org
Elijah Muhammad (kanan) dan Muhammad Ali (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Islam memandang semua manusia dari berbagai latar belakang dan ras sama di hadapan Allah, dan yang membedakan hanyalah ketakwaannya. 

Atas dasar itulah, empat sosok Afrika-Amerika ini memeluk Islam untuk memperjuangkan ketidakadilan rasial di Amerika selama munculnya gerakan hak-hak sipil. 

Selama beberapa dekade, orang kulit hitam di Amerika berjuang untuk kesetaraan. Perjuangan hak-hak sipil itu merentang di banyak kota di Amerika, dari mulai Atlanta, Georgia, Kansas, Memphis, Tennessee, Birmingham, hingga Washington DC. 

Gerakan gak-hak sipil itu dimulai terutama selama 1950-an dan 1960-an. Gerakan menuntut keadilan sosial dan kesetaraan itu bertujuan untuk mendorong agar orang kulit hitam diperlakukan sama di bawah hukum Amerika Serikat 

 

Perbudakan memang dihapuskan dengan berakhirnya perang saudara di Amerika. Akan tetapi, tidak diskriminasi terhadap orang kulit hitam. Mereka terus menderita akibat rasisme, terutama di wilayah Selatan. 

Karena tidak tahan lagi terhadap prasangka sistematis dan kekerasan terhadap mereka, orang Afrika-Amerika mulai memobilisasi perjuangan untuk kesetaraan pada pertengahan abad ke-20. Gerakan itu berlangsung selama dua dekade. 

Dilansir di Face2Face Afrika, Kamis (17/10), ada empat sosok Afrika-Amerika yang memeluk Islam sebagai sarana untuk mendorong perubahan. Berikut keempat sosok tersebut:  

1. Elija Muhammad

Terlahir dengan nama Elia Poole, ia lahir di Sanderville, Georgia, AS, pada 7 Oktober 1897. Elija dilahirkan dalam kemiskinan di antara 13 saudaranya di daerah pedesaan. Ayahnya adalah seorang petani bagi hasil dan ibunya adalah pekerja rumah tangga. 

Kemiskinan membuatnya harus putus sekolah saat duduk di bangku kelas empat dan ia terpaksa membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja serabutan. 

Rasisme yang merajalela dan kekerasan yang dihadapi di Deep South, membuat Elija memboyong keluarganya ke Detroit, Michigan, untuk mencari kehidupan yang lebih baik pada 1923. Pada 1930, ia menjadi asisten menteri untuk Wallace D Fard, yang merupakan pendiri dari Nation of Islam, yang terkadang dikenal sebagai Black Muslims. 

Elija kemudian menggantikan Fard saat ia menghilang pada 1934 sebagai kepala gerakan, dengan gelar "Duta Islam". Ia pindah ke Chicago untuk mendirikan Temple No 2 karena pertikaian di antara kuil di Detroit. 

photo
Elija Muhammad/ religionnews

Selama Perang Dunia II, ia menyarankan para pengikut untuk menghindari wajib militer. Elija kemudian didakwa melanggar Undang-undang Layanan Selektif dan dipenjara antara 1942-1946.

Elija lantas menyerukan pembentukan negara terpisah untuk orang Amerika berkulit hitam dan mengadopsi agama berdasarkan pada pemujaan kepada Allah dan keyakinan bahwa orang kulit hitam adalah umat pilihannya. 

Elija menjadi terkenal, terutama karena retorikanya yang ditujukan pada orang kulit putih, yang dia sebut "setan bermata biru." Namun di tahun-tahun terakhirnya, ia memoderasi nada anti-putihnya dan menekankan perbaikan pada diri sendiri di antara orang kulit hitam ketimbang konfrontasi di antara ras.

 

2. Muhammed Ali

Juara tinju ini lahir pada 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky. Nama kelahirannya adalah Cassius Marcellus Clay Jr. Ali adalah seorang Muslim Amerika berkulit hitam yang memperjuangkan hak-hak sipil. 

Cassius Clay pernah bergabung dengan kelompok Muslim kulit hitam Nation of Islam pada 1964. Awalnya, ia menyebut dirinya Cassius X sebelum menetapkan nama sebagai Muhammad Ali. Petinju ini akhirnya masuk Islam tradisional selama 1970-an. 

Ali memulai perjuangan yang berbeda dengan pandanganya yang terbuka menentang Perang Vietnam. Ia menolak bertugas di militer ketika ia direkrut pada 1967. Ia beralasan, bahwa ia adalah seorang duta Muslim yang taat beragama yang mencegahnya untuk berperang. Namun, ia pernah ditangkap karena melakukan tindak pidana kejahatan dan nyaris kehilangan gelar juara dunianya di tinju. 

Departemen Peradilan AS menyatakan Ali bersalah melanggar undang-undang Layanan Selektif dan ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada Juni 1967. Namun, Ali bebas saat mengajukan banding atas putusan hukumannya. 

Akan tetapi, karena tidak mampu bersaing secara profesional, Ali melewatkan lebih dari tiga tahun perdana dari karier atletiknya. Ali kembali ke ring pada 1970 dengan kemenangan yang diraihnya atas Jerry Quarry. Mahmakah Agung AS akhirnya membatalkan putusan bersalahnya pada Juni 1971. 

"Ali pada dasarnya kehilangan semua pencapaian materialnya, tetapi ia tidak pernah dirampas keyakinan dan tekadnya untuk membela hak-hak sipil dan keagamaannya sambil meningkatkan kehidupan, tidak hanya dari orang Afrika-Amerika, tetapi kehidupan semua orang Amerika. Sikap Ali secara langsung sesuai dengan dorongan Alquran bahwa kita semua menjadi duta besar untuk keadilan meskipun ada banyak rintangan," tulis Michael Saahir, Muslim Amerika yang juga Imam Nur-Allah Islamic Center, pada 2017. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement