Kamis 17 Oct 2019 14:10 WIB

Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Mengikis Kemiskinan

WB memperkiraka seperempat penduduk di negara berkembang hidup di bawah kemiskinan.

Rep: zahrotul octaviani/ Red: Dwi Murdaningsih
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbicara memgenai kemiskinan, tak perlu jauh-jauh hingga melihat luar pulau Jawa. Di Banten, provinsi tetangga ibukota negara, potret kemiskinan masih banyak tersaji.

Dompet Dhuafa bersama pemerintah dalam upaya mengikis angka kemiskinan yang ada. Beragam pemberdayaan dari berbagai sektor, terus diinisiasi dan gulirkan oleh Dompet Dhuafa melalui donasi kebaikan masyarakat.

Baca Juga

Beberapa usaha dilakulan di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengembangan sosial masyarakat, dakwah dan budaya. Usaha-usaha ini menjadi ujung tombak Dompet Dhuafa untuk mengikis angka kemiskinan di Indonesia. Namun saat menggulirkan program, perlu pemahaman yang baik dalam menerapkannya di lapangan.

"Memahami persoalan kemiskinan adalah hal mendasar, sebelum merumuskan strategi penyelesaiannya. Jika gagal mengerti inti persoalan di masyarakat, hampir dipastikan akan gagal menyusun desain program berorientasi penyelesaian kompleksitas kemiskinan," ujar Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan MARS dalam kegiatan Press Briefing "Strategi dan Solusi Pengentasan Kemiskinan Indonesia" di Penang Bistro, Kamis (17/10).

Usaha pemerintah dalam menekan angka kemiskinan melalui skema alokasi dana desa, pada praktiknya mayoritas terserap untuk proyek infrastruktur. Memperbaiki jalan desa, saluran air, jembatan, dan beragam program fisik lainnya, tidak dapat secara langsung berpengaruh pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat.

Dalam paparan Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa mengatakan saat ini Bank Dunia memperkirakan hampir seperempat penduduk di negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik hidup di bawah garis kemiskinan.

Takaran tersebut membawa Bank Dunia mencatatkan tingkat kemiskinan dengan batas masyarakat berpenghasilan menengah ke atas (UMIC) mampu berpendapatan 5,5 dolar AS (setara Rp 77 ribu) per hari.

Hasilnya, jumlah penduduk miskin di bawah garis tersebut justru naik menjadi 24 persen pada Oktober 2019 dan lebih tinggi dari April 2019 yang tercatat 23,7 persen.

Namun untuk Indonesia, Bank Dunia memprediksi tingkat kemiskinan menunjukkan tren penurunan hingga beberapa tahun ke depan, meskipun lebih lambat. Untuk kelompok di bawah standar yang disebutkan di atas, Bank Dunia memprediksi jumlahnya turun dari 54,4 persen (2019), menjadi 52,3 persen (2020), dan 50,2 persen di 2021.

Sementara untuk kelompok dengan kategori pendapatan menengah ke bawah (USS 3,2 per hari), jumlahnya juga turun dari 23,1 persen (2019), menjadi 21,3 (2020), dan 19,5 persen (2021).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement