Rabu 23 Oct 2019 04:43 WIB

Kajian Filologis Kitab Sahih Bukhari

Kajian Filologis Kitab Sahih Bukhari

Kitab Sahih Bukhari
Foto:
Posisi Mulkahu dalam sahih Bukhari

Dengan demikian, penerbitan kitab Shahih Bukhari dari penerbit Salafi tersebut merupakan sebuah pengakuan atas validitas frase tersebut, yang anehnya justru diperdebatkan oleh orang-orang yang bernalar absurd dan kontradiktif.

1. Teori absurditas pertama

Dia mengatakan bahwa bacaan yang benar adalah "malikahu", sedangkan bacaan "mulkahu" adalah bacaan yang salah, yang katanya pembacaan "mulkahu" itu akibat tidak mengerti bahasa Arab. Anehnya, dia juga tdk bisa menunjukkan 1 pun terbitan/cetakan kitab Shahih Bukhari yang teksnya tertulis "malikahu". Bahkan ia juga tdk bisa menunjukkan 1 pun manuskrip yang tertulis "malikahu."

Dalam konteks ini, dia jelas sekali secara eksplisit mengakui bahwa frase الا ملكه (illa m-l-k-h) adalah asli tulisan Imam Bukhari. Artinya, ortografi tulisan ("kitabah") frase الا ملكه itu diakui valid berdasarkan sanad transmisi hadits yang diajarkan oleh guru-gurunya. Namun, akhirnya teks tersebut diklaim dibaca secara salah/ keliru oleh kebanyakan orang.

Anehnya, ia secara de facto tidak dapat membuktikan 1 pun manuskrip yang secara "qiraah" terbaca "malikahu" sebagaimana yang dinyatakannya. Ini nalar absurd yang pertama. Artinya, ketiadaan sinkronisasi antara fakta "kitabah" dan fakta "qiraah" yang sedang dibahasnya.

Inilah kontradiktif yang pertama. Menariknya, kedua cetakan kitab Shahih Bukhari yang diterbitkan oleh penerbit Salafi tersebut justru merupakan fakta bahwa adanya sinkronisasi antara "kitabah" dan "qiraah" frase الا ملكه yang memang berasal dari tulisan asli Imam Bukhari. Justru sangat tidak mungkin bila penerbit Salafi mencantumkan frase bacaan الا ملكه (illa mulkahu) dalam cetakan kitab Shahih Bukhari kalau mereka sendiri tidak yakin atas validitasnya frase tersebut.

2. Teori absurditas kedua

Akibat tdk ditemukan 1 pun bacaan "malikahu" dalam semua cetakan kitab Shahih Bukhari atau pun manuskrip tulisan tangan kitab Shahih Bukhari, maka ia membangun teori baru, yakni bahwa frase الا ملكه itu bukanlah tulisan asli Imam Bukhari, tapi frase itu ditambahkan oleh orang lain, karena menurutnya, ada manuskrip yang tidak mencantumkan frase الا ملكه (illa m-l-k-h). Anehnya, ia mengutip pendapat tsb dari pihak kedua dan tanpa menyebutkan bukti manuskripnya yang tanpa tercantum frase الا ملكه tersebut. Ini nalar absurd yang kedua.

3. Teori absurditas ketiga

Setelah dia tdk bisa menunjukkan identitas manuskrip mana yang tertulis tanpa frase الا ملكه (illa m-l-k-h), maka dibangunlah teori yang lebih baru lagi, bahwa Imam Bukhari sebenarnya tidak menta'wil, karena ada lanjutan teksnya setelah frase الا ملكه tsb.

Nalar absurd ini semakin aneh lagi, sebab setelah frase الا ملكه justru teksnya tertulis ويقال وقال tersebut, itu artinya frase setelah الا ملكه itu memang bukan pendapat Imam Bukhari, tapi Imam Bukhari mengutip bahwa ada pendapat-pendapat lain yang mengatakan demikian.

Namun yang jelas penyebutan الا ملكه (illa m-l-k-h) merupakan pendapat Imam Bukhari sendiri. Dalam penulisan tafsir dan teks-teks Arab klasik, penggunakan istilah ويقال وقال itu sangat familiar di kalangan para mufassirin atau muhadditsin, yang maksudnya merujuk pada makna "ada pendapat lain yang mengatakan demikian.

"Justru frase الا ملكه itulah pendapat pribadi Imam Bukhari yang sebenarnya, yang kemudian diikuti kata ويقال وقال sebagai penegasan bahwa ada pendapat yang menyatakan lain "......." Adanya pendapat lain, yang disebut oleh Imam Bukhari dengan ungkapan tersebut, yang terletak setelah frase الا ملكه, terbukti tercantum pada semua teks, yang tertulis الا وجهه الا ملكه (kecuali wajah-Nya kecuali m-l-k-h), dan ungkapan ويقال وقال tetap ada pada semua manuskrip. Kecuali bila kata ويقال وقال tdk tercantum dalam semua naskah cetakan atau manuskrip Shahih Bukhari, maka bisa dipastikan bahwa kalimat setelah frase الا ملكه tsb itu adalah pendapat Imam Bukhari.

Adakah manuskrip atau cetakan kitab Shahih Bukhari yang tdk tercantum kata ويقال وقال ? Silakan buktikan berdasar bukti manuskrip dan cetakan Shahih Bukhari yang tanpa kata ويقال وقال tersebut.

4. Teori absurditas keempat

Jika seandainya dikatakan bahwa dalam manuskrip tersebut dipahami :

إلا وَجْهَهُ

= إلا مَلِكَهُ

= إلا مَلِكَ وَجْهِهٖ

"Kecuali wajah-Nya"

= "kecuali pemilik-Nya"

= "kecuali pemilik wajah-Nya"

Pertama, ini tentu saja secara aqidah sangat absurd. Kalau frase الا ملكه dibaca "illa malikahu" maka ini bermasalah, sebab artinya "kecuali pemilik-Nya." Lalu, siapa sebenarnya pemilik-Nya? Siapakah pemilik الخالق (Sang Maha Pencipta)? Kedua, secara gramatikal tafsiran tersebut menggunakan nalar tafsir yang "ungrammatical." Menurut kaum Salafi, jadi khusus untuk "tafsir" ini (dengan kalimat مَلِكَ ), nisbah dari dhamir ه dalam kalimat مَلِكَ itu ditujukan ke kalimat وجهه, bukan ditujukan ke kalimat الخالِق (Al-Khaliq). Sekali lagi, ini penafsiran yang tidak valid berdasar kaidah bahasa Arab yang shahih.

الا وجهه = الا ملكه

الا ملكه # الا ملك وجهه

Term وجهه (wajah-Nya) sejajar dengan term ملكه (m-l-k-Nya) dan dhamir ه itu nisbahnya bukan pada وجه (wajah) tapi term ملك itu justru yang nisbahnya pada وجه (wajah). Jadi "tafsiran" الا ملك وجهه (illa malika wajhihi) sangat tidak sejajar dengan ungkapan yang digunakan oleh Imam Bukhari الا ملكه (illa m-l-k-h). Bila الا وجهه (illa wajhahu) yang dimaksud oleh Imam Bukhari itu bermakna "kecuali Sang Pemilik wajah-Nya" maka mengapa Imam Bukhari sejak awal tidak menulis الا ملك وجهه (illa malika wajhihi). Apakah Imam Bukhari tidak paham bahasa Arab?

Ada catatan penting berkaitan dengan komentar Albani terkait frase الا ملكه (illa m-l-k-h) sebagaimana yang termaktub dalam kitab Shahih Bukhari. Artinya, Albani mengakui validitas ortografi tulisan (kitabah) dan validitas bacaan (qira'ah) kata ملكه (m-l-k-h).

1. Validitas "kitabah" (ortografi tulisan) ملكه (m-l-k-h)

Bahwa tulisan الا ملكه (illa m-l-k-h) dalam Shahih Bukhari itu memang valid sebagai tulisan asli dari Imam Bukhari sendiri, bukan tulisan yang ditambahkan oleh orang lain yang ditambahkan kemudian oleh orang lain dalam kitab Shahih Bukhari, sebab jika frase tersebut bukan tulisan asli Imam Bukhari, maka tidak mungkin Albani menyatakan pernyataan demikian: هذا لا يقول مسلم مؤمن ("ini bukanlah perkataan seorang Muslim yang mukmin").

2. Validitas "qiraah (bacaan) ملكه (mulkahu)

Pernyataan Albani semakin menegaskan bahwa bacaan yang dipikirkan oleh Imam Bukhari adalah bacaan "mulkahu", bukan "malikahu". Itulah sebabnya Albani berkomentar secara tdk langsung, yakni tanpa menyebut namanya secara terus terang. Ibarat orang menyatakan: "dia itu animale rationale (binatang yang berakal)", meskipun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement