Ahad 06 Oct 2019 16:39 WIB

Dompet Dhuafa Bangun Budaya Literasi di Gunungkidul

Enam sekolah di Gunungkidul mendapat pendampingan dari SLI.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
: Talkshow dan Pameran Pendidikan Sekolah Literasi Indonesia yang  digelar Dompet Dhuafa Yogyakarta di Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul.
Foto: dompet dhuafa
: Talkshow dan Pameran Pendidikan Sekolah Literasi Indonesia yang digelar Dompet Dhuafa Yogyakarta di Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Dompet Dhuafa Yogyakarta terus mendorong pembangunan budaya literasi di Kabupaten Gunungkidul. Salah satunya, menghadirkan media pembelajaran enam sekolah dampingan Sekolah Literasi Indonesia.

Pekan lalu, media pembelajaran itu dihadirkan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Gunungkidul. Semua dirangkai dalam Talkshow dan Pameran Pendidikan Sekolah Literasi Indonesia.

Baca Juga

Agenda itu digelar dengan mengusung tema Membangun Kekhasan Budaya Sekolah dan Penguatan Sistem Pembelajaran Berbasis Literasi. Ada enam kepala sekolah dan madrasah yang didaulat menjadi pembicara.

Mulai dari Yoyok Dwi Arian Zuhdi dari MI Muhammadiyah Pengkol, Asrorudin dari MI Muhammadiyah Macanmati, Sudono dari SD Muhammadiyah Kuwarasan, dan Sulastri dari MI Muhammadiyah Munggur.

Ada pula Heri Setiawan dari SD Muhammadiyah Karangtengah, dan Ngatino dari SD Muhammadiyah Sidorejo. Kegiatan itu menjadi wujud pencapaian akhir program pendampingan Sekolah Literasi Indonesia (SLI).

Program itu dihadirkan Dompet Dhuafa di Kabupaten Gunungkidul selama dua tahun terakhir. Para kepala sekolah dan madrasah dampingan SLI itu memaparkan kisah yang dilakukan untuk menciptakan sekolah unggul.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Gunungkidul, Bahron Rasyid menilai, budaya literasi tentu saja menjadi kekhasan tersendiri. Termasuk, dalam tiap pelaksanaan program sekolah/ madrasah.

Acara ini dihadiri 155 peserta-peserta berbagai sekolah, komite dan wali siswa. Bahron menuturkan, literasi menjadi bagian penting dalam pendidikan kita. Karenanya, perlu program-program yang mendukung.

"Agar tercipta budaya literasi di kalangan anak-anak, guru dan orang tua wali," kata Bahron.

Untuk itu, ia berterima kasih kepada Dompet Dhuafa Yogyakarta lewat Sekolah Literasi Indonesia. Ia merasa, itu telah memperkuat apa yang telah dilakukan pemerintah karena semua kompenen harus bekerja sama.

Pada kesempatan itu, pembicara memaparkan proses, kendala dan dampak usai ikuti program Sekolah Literasi Indonesia. Kepala MI Muhammadiyah Pengkol, Yoyok mengatakan, awalnya pembelajaran kurang menarik.

Selain itu, anak-anak kurang betah di kelas. Tapi, setelah guru-guru mengikuti pelatihan dan pendampingan tentang Paikem, manajemen kelas serta display dan pembelajaran lebih variatif.

"Yang paling penting anak-anak menjadi nyaman dan bahagia berada di kelas," ujar Yoyok.

Dalam pemeran media pembelajaran ditampilkan berbagai kreasi guru dengan berbagai tema seperti laut, flora fauna dan antariksa. Hal ini ditampilkan demi menginspirasi dan merangsang minat siswa-siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement