Jumat 11 Oct 2019 07:20 WIB

Peradaban Islam adalah Peradaban Ilmu

Berkembangnya peradaban Islam karena Islam meletakan dasar kepercayaan murni.

Rep: Mozaik Republika/ Red: Agung Sasongko
Bendungan karya Peradaban Islam
Foto: muslimheritage.com
Bendungan karya Peradaban Islam

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Hamid Fahmy Zarkasyi, mengatakan, peradaban Islam adalah peradaban ilmu.

''Substansi peradaban Islam itu ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, sedangkan dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit dan memberi rahmat bagi alam semesta. Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang berdimensi epistemologis,'' ujarnya.

Baca Juga

''Lalu, berkembang menjadi tradisi pemahaman terhadap Alquran sehingga lahir intelektual Islam. Dari tradisi ini, kemudian terbentuklah komunitas sehingga melahirkan konsep keilmuan dan disiplin keilmuan Islam. Dari sini, lalu lahir sistem sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan Islam,'' terangnya.

Ma'ruf Misbah, Ja'far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya'roni dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam menambahkan, berkembangnya peradaban Islam itu disebabkan Islam meletakkan dasar-dasar kepercayaan murni.

''Keyakinan manusia hanyalah pada Tuhan, bukan pada benda, hawa nafsu, atau kemegahan. Semua kerja kemanusiaan hanyalah untuk Allah. Tidak ada yang perlu dipertuan dan dipertuhankan, kecuali Allah,'' tulisnya.

Karena itu, tak heran bila akhirnya kekuatan Islam yang bersendi pada Alquran mampu menaklukkan berbagai wilayah negara. Di mulai dari masa Rasulullah, kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa tabiin dan munculnya berbagai dinasti Islam di sejumlah negara, seperti Dinasti Abbasiyah, Umayyah, Fatimiyyah, Ottoman, Mamluk, dan sebagainya.

Dari keyakinan itu pula, umat Islam mampu membentuk peradaban baru dan kebudayaan baru hingga menghasilkan berbagai macam peradaban di wilayah kekuasaan Islam tersebut. Seperti diketahui, menyebarnya agama Islam ke berbagai wilayah telah terjadi pertukaran kebudayaan antara satu negeri dan negara lainnya.

Bidang kebudayaan yang mulai tumbuh pada awal permulaan Islam itu adalah (a) seni bangunan sipil, seperti pembuatan gedung, istana, dan kantor pemerintahan; (b) seni bangunan untuk ibadah; (c) seni bangunan pertahanan militer, seperti benteng; dan sebagainya.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, dibentuk pula sejumlah departemen untuk mengurus kebutuhan negara Islam, seperti departemen masalah politik (nizham al-siyasyi), departemen administrasi negara (nizham al-Idary), departemen ekonomi dan keuangan (nizham al-Maly), departemen angkatan perang (nizham alHarby), serta departemen urusan peradilan dan kekuasaan kehakiman (nizham al-Qadla).

Selain itu, pertumbuhan ilmu pengetahuan juga mulai tumbuh seperti ilmu tafsir, qiraat, ilmu hadis, nahwu, dan sebagainya.

Kehilangan spirit

Sayangnya, kata Hamid, perkembangan peradaban Islam itu secara perlahan kini mulai kehilangan spirit (roh) Islam. ''Arus modernisme dan posmodernisme yang mengalir ke dunia Islam bersamaan dengan globalisasi telah mengakibatkan proses desakralisasi ilmu,'' ujarnya.

Menurut Weber, hal itu akibat dari disenchantment of nature dan deconsencration of value. Keduanya merupakan inti dari doktrin sekularisme. ''Dengan sekularisme, Muslim kehilangan spiritualitas dalam berbagai bidang yan pada gilirannya telah membuat hilangnya moralitas (adab),'' jelas Hamid.

Belum selesai proses sekularisasi tersebut, kini muncul pula liberalisme, yaitu liberalisasi yang diembuskan oleh Barat. Akibatnya, kata Hamid, intelektual seorang Muslim menjadi ikut berpikir ala Barat (westernisasi). ''Dunia Islam saat ini dikuasi oleh peradaban materi dan hedonisme,'' tegasnya.

Ditambahkan Komaruddin Hidayat, rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam itu, dibutuhkan kreativitas dan inovasi dalam membangkitkan semangat umat kembali. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement