Jumat 04 Oct 2019 16:41 WIB

Akademisi IAIN Palu Tawarkan 3 Pendekatan Deradikalisasi

Deradikalisasi harus menyentuh akar persoalan.

Jurnalis melihat tema yang akan dibahas pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Jurnalis melihat tema yang akan dibahas pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Dr Lukman S Thahir menawarkan langkah baru berdasarkan hasil penelitiannya tentang mekanisme deradikalisasi dalam rangka mencegah tumbuh kembang gerakan radikalisme di Tanah Air dalam.

Gagasan tersebut dia sampaikan dalam Konferensi Intelektual Muslim bertajuk "Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 belum lama ini.

Baca Juga

"Hasil penelitian saya dalamupaya mencegah tumbuh dan berkembangnya radikalisme dengan studi tersebut, sekaligus membantah teori-teori yang selama ini digunakan dalam upaya deradikalisasi," katanya saat dihubungi dari Palu, Jumat.

Menurut dia sebelum masuk pada bekas narapidana terorisme (napiter) perlu mengetahui proses transformasi identitas, yaitu siapa mereka para terorisme tersebut.

Berdasarkan hasil penelitiannya, sebelum dicap negara sebagai teroris dan terpidana kasus itu, sekelompok orang di Poso menamakan dirinya sebagai jihadis.

Mengenai bagaimana proses pembentukan transformasi identitas dari bekas napiter Poso menjadi perjuang perdamaian, Dia melihatnya ada tiga pendekatan.

Pertama, kata dia, memahami diri mereka. Jadi setiap orang termasuk pemerintah harus mampu memahami dengan utuh para bekas napiter.

"Untuk dapat memahami mereka, maka harus ada proses membaur bersama napiter dulu. Memaknai mereka, bukan perkara mudah, butuh berbagai pendekatan," katanya.

Kedua, setelah memahami diri bekas napiter, maka harus ada memaknai. Setelah paham dengan diri mereka, lalu dilakukan pemaknaan terhadap mereka.

Dalam proses ini meliputi tiga pendekatan, pertama membangun kepercayaan antara napiter dan peneliti bahkan pemerintah.

"Nah, di sini perlu saling percaya, jadi harus betul-betul melebur dengan mereka sehingga bisah terbangun solidaritas dan kebersamaan," katanya.

Kemudian, membangun kemandirian mereka para bekas napiter dalam lingkaran hidup mereka yang mau atau tak mau pasti akan ada saling ketergantungan.

"Ada proses determinan sejarah. Dalam lingkaran hidup bekas napiter, mereka tentu mendengar para tokoh-tokoh mereka, mendengar para orang-orang tua mereka," katanya.

Lalu, membentuk sikap dan karakter, yaitu bagaimana merespons proses transformasi idetitas dari jihadis atau napiter ke pejuang perdamaian.

Pendekatan ketiga, setelah memahami, memaknai yakni aktualisasi diri. "Di sinilah para bekas napiter bermain peran sebagai kafilah pejuang perdamaian, setelah mereka memaknai diri mereka," kata Lukman S Thahir.

IAIN Palu mengirim tiga akademisinya untuk menyampaikan hasil penelitian dalam AICIS 2019 di Jakarta. Mereka adalah Dr Lukman S Thahir, Prof Rusli dan Mohammad Nur Ahsan.

Prof Rusli menyampaikan makalah tentang "Pengaruh Akuisisi Pengetahuan Hukum Islam Online terhadap Kebiasaan Produksi Fatwa oleh Ulama Generasi Milenia (Studi Kasus Ulama Junior di Majelis Ulama Indonesia di Sulawesi Tengah".

Sementara Moh Nur Ahsan menyampaikan makalah tentang "Pilih Yang Berpihak Pada Islam : Karakteristik Pesan dan Sumber Hadis di Dalam Ceramah Daring Abdul Somad".

Rektor IAIN Palu Prof KH Sagaf S Pettalongi yang juga hadir dalam kegiatan AICIS  2019 di Jakarta, mengapresiasi penyelenggara kegiatan tersebut, sekaligus memberikan apresiasi kepada akademisi IAIN Palu yang tampil dalam ajang tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement