Kamis 26 Sep 2019 20:33 WIB

Sarjana Muslim Sedunia Bahas Dinamika Islam Era Digital

Kini kemampuan publik untuk membedakan antara kebenaran dan retorika menjadi minim.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin (tengah) bersama Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Arskal Salim (kiri) dan Kasubdit Pengembangan Akademik Direktorat PTKI Mamat S. Burhanudin (kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers jelang Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin (tengah) bersama Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Arskal Salim (kiri) dan Kasubdit Pengembangan Akademik Direktorat PTKI Mamat S. Burhanudin (kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers jelang Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kementerian Agama (Kemenag) akan menyelenggarakan Annual International Conference On Islamic Stuides (AICIS) 2019 di Jakarta pada 1-4 Oktober 2019. Kegiatan tersebut akan dihadiri 1.700 sarjana Muslim dari berbagai negara untuk membahas dinamika Islam di era digital.

Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kemenag, Arskal Salim mengatakan, tema-tema aktual selalu dibahas dalam forum AICIS. Dinamika Islam di era digital menjadi salah satu topik utama yang akan dibahas pada AICIS tahun ini. 

"Di era digital yang mendisrupsi segala hal, keislaman mendapat terpaan eksesif dari zaman yang berubah, maka dari itu memerlukan rasionalitas teologi Islam, yang diskusinya nanti akan sangat menarik," kata Arskal melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (26/9).

Kemenag melihat fenomena hoaks diera pascakebenaran atau post truth dapat menghancurkan tatanan sosial. Kemudahan akses informasi di era digital juga telah menciptakan bentuk kebenaran opini di berbagai belahan dunia termasuk negara-negara Islam. 

Sehingga, kini kemampuan publik untuk membedakan antara kebenaran dan retorika menjadi minim. Kondisi seperti ini tentu saja akan berpengaruh pada perkembangan masyarakat Islam. Wacana tersebut salah satu yang akan dibahas pada AICIS 2019.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan, Indonesia merupakan negara Muslim berpengaruh di dunia dan selalu menjadi kajian utama tentang keislaman dan kultural. Maka, Kemenag memprakarsai pertemuan sarjana Muslim sedunia agar studi Islam di Indonesia dapat lebih berperan dalam menjawab persoalan keislaman dunia. 

Dia menjelaskan, setiap tahun dunia Islam mendapat tantangan baru yang harus selalu dijawab. Maka Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia harus menunjukkan kontribusi yang signifikan. Salah satunya melalui ajang AICIS yang diselenggarakan setiap tahun.

"Kami semua berkepentingan agar studi Islam selalu mengikuti perkembangan zaman dan tidak teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat," kata Kamaruddin. 

Secara umum, menurutnya, ajang AICIS dapat dipergunakan untuk menyebarkan gagasan populisme dan kedamaian dunia melalui forum diskusi dan resolusi yang dihasilkan. Sebab para akademisi dan pakar keislaman memiliki posisi strategis dalam merumuskan bentuk respons yang positif terhadap berbagai dinamika yang ada.

Di dalam AICIS akan ada spesial panel bertajuk 'Religion and Philosophy In The Post Truth Age' yang akan dibahas oleh empat orang guru besar studi Islam dunia. Di antaranya Hans-Christian Günther dari Univ of Freiburg di Germany, Giuseppina Strumiello dari University of Bari di Italy, Mohammad Reza Hashemi dari Ferdowsi University, dan Mohd Roslan Mohd Noor dari University of Malaya.

Tema-tema yang dibahas di AICIS 2019 di antaranya Religion and Philosophy in the Post-truth Age, Response to the Era of Disruption, Making and Consuming Islam Online: The Reconfiguration of a Discursive Tradition, dan Islam in the Digital Age Islamic Philoshopy for Millennials.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement