Selasa 08 Oct 2019 10:28 WIB

Pesan Makanan Pakai Jasa Ojek Online, Apa Hukumnya?

Pesan makanan pakai jasa ojek online boleh dengan syarat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Calon penumpang memesan ojek online di kawasan Palmerah, Jakarta, Selasa (3/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Calon penumpang memesan ojek online di kawasan Palmerah, Jakarta, Selasa (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA –  Di era digital berbagai teknologi berkembang salah satu hasil perkembangan teknologi tersebut adalah jasa ojek online yang bisa dipesan melalui aplikasi di ponsel pintar. Sekarang memesan barang atau makanan pun bisa menggunakan jasa ojek online.

Pakar fikih muamalat, Ustaz Oni Sahroni menjelaskan ada syarat-syarat agar memesan makanan menggunakan jasa ojek online diperbolehkan menurut ilmu fikih. 

Baca Juga

Oni menerangkan, konsumen membeli jasa ojek online atau driver untuk membeli makanan kepada perusahaan. Kemudian driver membeli makanan dan diantarkan ke pemesan atau konsumen. Konsumen bisa membayar jasa driver menggunakan saldo top up atau tunai. Konsumen bisa juga membayar setelah driver membeli dan mengantarkan pesanan ke konsumen.

"Menurut telaah saya dari aspek fikih, ini dibolehkan jika memenuhi kriteria," kata Ustaz Oni, sebagaimana dikutip dari dokumentasi arsip Republika.

Dia menjelaskan, kriteria yang pertama, makanan yang dibeli halal. Kedua, kriteria barang yang dipesan jelas. Ketiga, transaksinya terhindar dari riba. Kalau memenuhi kriteria ini, pesan makanan menggunakan jasa transportasi online dibolehkan.

Pertama, disarankan membeli makanan yang bersertifikat halal. Kalau belum mempunyai sertifikat halal, maka pilih produk yang jelas kehalalannya seperti produk dan makanan lokal. Lebih baik lagi memilih makan yang diketahui halal dan tidak merusak kesehatan.  

"Kriteria kedua jelas, maksudnya jelas spesifikasinya, harganya berapa dan barangnya jelas, di dalam aplikasi kan ada gambar barangnya. Kemudian yang ketiga, transaksinya harus halal dan terhindar dari riba," ujarnya.

Dia menyebutkan, kalau konsumen membayar jasa driver menggunakan saldo top up, artinya konsumen membayar tunai. Cara pembayaran seperti ini dibolehkan. Sementara, kalau konsumen membayarnya setelah driver mengantarkan makanan sampai ke tangan konsumen, artinya konsumen meminjam uang driver terus dibayar setelah makanan diterima konsumen. Cara pembayaran seperti ini juga dibolehkan karena tidak termasuk ke dalam penggabungan akad yang dilarang. 

"Penggabungan akad yang dilarang apabila menggabung dua akad yang menjadi rekayasa untuk pinjaman berbunga, sedangkan dalam hal ini (membeli makanan menggunakan jasa transportasi online-Red) tidak ada rekayasa pinjaman berbunga," ujarnya.

Ustaz Oni yang juga anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menyimpulkan, berdasarkan telaah ini, maka membeli makanan melalui jasa transportasi online tidak ada unsur riba. Serta tidak menggabung dua akad yang menjadi rekayasa untuk pinjaman berbunga.  

Contoh dua akad yang dilarang, orang pertama meminjam uang Rp 10 juta kepada orang kedua. Orang kedua memberi syarat, boleh meminjam uang Rp 10 juta asalkan diberi pinjam sepeda motor oleh orang pertama. Artinya, orang kedua mendapat manfaat dari jasa pinjaman, hal seperti ini yang dilarang.

Dia mengutip pendapat Syekh Nazih Hammad, sebagai ulama fikih muamalat dari Suriah dan kesimpulan Standar Syariah Internasional juga melarang menggabung dua akad yang menjadi rekayasa untuk pinjaman berbunga. Kemudian parameter yang selanjutnya, karena membeli makanan menggunakan jasa transportasi online merupakan akad sewa, maka ujroh (upah) harus disepakati dari awal. "Maka barang itu dibeli setelah disepakati berapa harga barangnya dan berapa upahnya (ongkos kirimnya)," terangnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement