Senin 07 Oct 2019 13:31 WIB

Hukum Berenang Bagi Perempuan Menurut Ulama Arab Saudi

Ulama Saudi berpendapat berenang bagi perempuan boleh dengan catatan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Perempuan berenang mengenakan baju renang tertutup.
Foto: EPA
Perempuan berenang mengenakan baju renang tertutup.

REPUBLIKA.CO.ID, Berenang adalah olah raga favorit bagi banyak kalangan. Lantas bagaimana hukum berenang bagi perempuan?

Kali ini, Republika.co.id mencoba membeberkan pendapat ulama dari Arab Saudi ihwal hukum berenang. Syekh Abdul Muhsin al-‘Abbaad dalam Syarh Sunan Abi Dawud Kitab Al-Hammaam berpendapat, tidak mengapa para perempuan berenang bersama perempuan-perempuan lain selama mereka dalam keadaan tertutup dengan pakaian mereka. 

Baca Juga

Selain itu, kolam renang yang digunakan harus aman dari pandangan laki-laki, kamera, dan hal-hal yang dikhawatirkan terjadi yang tidak diinginkan. Dua menyebut dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah terdapat fatwa bahwa menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan mashlahat.

Sementara itu, Syekh Abdul Aziz bin Baz sebagaimana dikutip dari Majalah al-Buhuutsa al-Islaamiyyah menyebut keluarnya seorang wanita dari apayang sudah digariskan bagi mereka di dalam agama akan menyebabkan kerusakan bagi dirinya dan orang lain. 

Pernyataan ini mengacu pada firman Allah yang meminta perempuan untuk tetap berada di rumah dan tidak berhias seperti orang jahiliyah zaman dahulu yang tertulis dalam QS al-Ahzab 33.

"Seorang wanita apabila dia belajar berenang di rumahnya maka tidak ada yang melarangnya, namun apabila dia keluar rumah ke tempat-tempat latihan berenang dengan sifat di atas dan dengan pakaian yang tidak menutup auratnya maka yang demikian itu menyelisihi syariat, dan kewajiban para wali adalah bertakwa kepada Allah di dalam urusan anak-anak wanita mereka, dan menjaga amanat tersebut, Allahlah yang akan menanyai mereka kelak," tulis Syekh Abdul Aziz. 

Adapun batas aurat seorang perempuan dihadapan wanita lain adalah antara pusar dan lutut. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Syekh Muhammad bin Shalih Aal-‘Utsaimiin menyatakan, "Para ahli fikih kita menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita melihat seluruh badan wanita lain kecuali bagian antara pusar dan lutut."  

Mereka menganalogikan aurat wanita di hadapan wanita dengan aurat laki-laki di hadapan laki-laki, dan yang mengumpulkan antara keduanya adalah persamaan jenis kelamin. Meski demikian, sebagian ulama lain mengatakan aurat wanita di depan wanita sama dengan auratnya di depan mahram yaitu semua badannya kecuali tempat perhiasan yang tampak seperti kepala, telinga, leher, dada bagian atas, pergelangan tangan, pergelangan kaki.  

Anggapan ini mengacu pada QS an-Nuur ayat 31 yang berbunyi, "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam.”

Syakh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menjelaskan, aurat perempuan dihadapan sesama jenisnya ini seperti aurat laki-laki di hadapan laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut. Akan tetapi, ini bukan berarti wanita boleh memakai pakaian pendek yang tidak menutup kecuali apa yang ada diantara pusar dan lutut. 

Dalam Majmu’ Fatawa-nya, dia menjelaskan, "Ucapan seperti ini tidak pernah dikatakan para ahli ilmu. Akan tetapi, maknanya adalah seorang wanita apabila mengenakan pakaian yang luas, tebal, panjang kemudian apabila tampak sebagian kakinya atau lehernya atau yang lainnya, di depan wanita lain maka ini tidak berdosa."

Dari penjabaran di atas, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan seorang Muslimah yang ingin berenang dalam pandangan ulama Arab Saudi. 

Beberapa di antaranya yakni memperhatikan pakaian yang dikenakan. Pakaian yang digunakan harus menutup aurat dan tidak ketat hingga menampilkan bentuk tubuh.

Selain itu, harap diperhatikan kolam renang yang dituju khusus untuk perempuan dan aman dari jangkauan laki-laki ataupun kamera yang dipasang secara terlihat maupun tersembunyi. Hal ini untuk menghindari fitnah ataupun hal-hal lain yang tidak diinginkan akibat keberadaan kamera tersebut. 

Bagi Muslimah yang telah menikah, maka harus mendapatkan izin dari suami. Bagi yang belum menikah maka dia wajib meminta izin dari walinya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement