Selasa 17 Sep 2019 01:33 WIB

Studi: Radikalisme Sasar Kaum Terdidik Bukan Isapan Jempol

Radikalisme mulai menyasar kaum terdidik di Indonesia.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta menyelenggarakan kegiatan bedah buku "Politik Sirkulasi Budaya Pop: Media Baru, Pelintiran Agama, dan Pergeseran Otoritas" di Hotel Lumire Jakarta Pusat, Senin (16/9). Dalam buku ini diungkapkan bahwa kelas menengah terdidik saat ini sudah mulai masuk dalam gelombang radikalisme.   

Penulis buku sekaligus peneliti LIPI, Wahyudi Akmaliah, mengatakan sebelumnya memang banyak penelitian radikalisme yang sasarannya adalah generasi milenial dan masyarakat umum. Namun, yang membahas kelas menengah terdidik masih relatif sedikit.   

Baca Juga

Karena itu, dalam buku itu Wahyudi banyak mengungkapkan fakta-fakta penelitian yang menyebutkan bahwa kelas menengah terdidik sudah mulai terpapar radikalisme. "Dari penjelasan hasil survei tersebut menunjukkan keterpaparan radikalisme di kalangan kelas terdidik bukan isapan jempol," kata Wahyudi. 

Sementara itu, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Nuruddin menjelaskan bahwa selama ini masyarakat sudah banyak yang terpapar radikalisme karena faktor ekonomi dan politik. 

 

Namun, saat ini sudah ada juga masyarakat yang terpapar karena aspek pemahaman, khususnya masyarakat kalangan menengah terdidik.   

"Jadi orang yang terdidik, kaya dan punya uang atau kelompok menengah itu sekarang juga rentan terhadap perilaku radikalisme," ujar Nuruddin kepada Republika.co.id usai memberikan pengarahan dalam acara bedah buku. 

Karena itu, menurut dia, agar tidak terpapar tadikalisme kalangan menengah terdidik harus diberikan pemahaman keagamaan yang benar, baik melalui pendidikan formal maupun lewat pengajian-pengajian di tengah masyarakat. "Di masyarakat itu aspek pemahamannya itu perlu diberikan nilai-nilai moderasi," ucapnya. 

Menurut dia, Kementerian Agama saat ini mencoba untuk mengkonter pemahaman radikal itu melalui lembaga pendidikan maupun melalui media sosial. 

Karena, menurutnya, masyarakat kelas menengah terdidik itu juga banyak yang terpengaruh radikalisme melalui media sosial. 

"Jadi poinnya yang terpapar radikalisme bukan lagi sekadar kelas miskin, tapi kelas menengah terdidik pun terpapar itu," katanya. 

Dengan digelarnya kegiatan bedah buku ini, Nuruddin berharap suasana kerukunan umat beragama di Indonesia bisa dibangun dari berbagai lini. "Yang kita harapkan suasana kerukunan umat beragama yang dibangun dari semua lini, termasuk melalui pendidikan," jelasnya. 

Kepala Sub Bagian TU Balai Litbang Jakarta, Hery Susanto, menjelaskan buku yang dibedah tersebut juga memuat isu-isu keagamaan terkini, yang diantaranya adalah isu pelintiran agama. Karena itu, Balai Litbang Jakarta mengundang berbagai pihak untuk mendiskusikannya. 

Menurut dia, kegiatan badah buku diikuti kurang lebih 75 peserta dari Kementerian Agama se-DKI, perwakilan ormas-ormas Islam, peneliti, dan akademisi dari berbagai kampus di Jakarta. "Jadi karena ini berkaiatan dengan isu agama yang sedang populer, ini menarik untuk kita bedah," ujarnya saat berbincang dengan Republika.co.id usai bedah buku. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement