Kamis 19 Sep 2019 04:00 WIB

Catatan MUI untuk DPR di Akhir Masa Bakti

MUI meminta DPR segera rampungkan RUU yang belum selesai.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di akhir masa bakti DPR RI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada DPR RI untuk segera merampungkan beberapa pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) yang belum selesai dibahas bersama pemerintah. MUI juga meminta untuk menunda atau menghentikan pembahasan RUU yang dianggap masih menimbulkan kontroversi di masyarakat. 

"Beberapa RUU yang segera dituntaskan pembahasannya adalah RUU KUHP, RUU Pesantren dan RUU Perkoperasian, sedangkan yang ditunda atau dihentikan pembahasannya adakah RUU PKS," kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Zainut Tauhid Sa'adi kepada Republika, Rabu (18/9). 

Kiai Zainut mengatakan, meskipun MUI meminta untuk segera dilakukan pengesahan terhadap beberapa RUU. Tapi MUI tetap mengajukan beberapa catatan usulan perbaikan. MUI mengusulkan beberapa catatan untuk RUU KUHP. Pertama, mendorong penetapan hukuman mati. Hukuman mati dimasukkan sebagai pidana alternatif dari tindak pidana yang bersifat khusus.

Kedua, perluasan delik zina. Menurutnya, zina diperluas cakupannya meliputi hubungan laki-laki dan perempuan yang salah satu dari keduanya terikat atau tidak terikat perkawinan. Ketiga, pemberlakuan hukum sosial, sebagai alternatif pemenjaraan.

"Terhadap RUU Pesantren, MUI mengusulkan catatan, pertama memperkuat fungsi pesantren antara lain fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan ekonomi umat," ujarnya.

Kiai Zainut menambahkan, MUI juga mengusulkan ciri khas pesantren tidak boleh dihapus. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan tradisi dan nilai-nilai yang hidup serta tumbuh di pesantren. MUI juga menolak adanya formalisasi pesantren untuk menjaga kemandirian pesantren.

Ia menyampaikan, terhadap RUU Perkoperasian, MUI mengusulkan agar diatur juga tentang koperasi syariah. Hal ini untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat perkoperasian yang menggunakan sistem syariah. Mengenai RUU PKS, MUI mengusulkan untuk ditunda atau dihentikan pembahasannya dengan alasan karena lebih dari 50 persen materinya berbeda antara pemerintah dan DPR RI. 

"Sehingga perlu ada pendalaman lebih lanjut, lebih dari itu juga menunggu pengesahan RUU KUHP karena beberapa pasal sanksi pidana akan merujuk pasal-pasal dalam KUHP agar sinkron," jelasnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement