Selasa 10 Sep 2019 17:08 WIB

Ishlah, Kata Kunci Pengurusan Anak Yatim Menurut Alquran

Ishlah merupakan cara yang diajarkan Alquran terhadap anak Yatim.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Kepala LPMQ Muchlis M Hanafie
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kepala LPMQ Muchlis M Hanafie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Islam tidak memandang anak yatim sekadar makhluk dengan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, tetapi juga sebagai manusia yang kehilangan sumber kasih sayang, kehangatan dan rasa aman, yaitu dari ayahnya.

Karenanya, menurut pakar tafsir Alquran dari Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, KH Muchlis M Hanafi, Islam menggerakkan hati pengikutnya untuk berperan sebagai orang tua yang mengasuh, mengasah dan mengasihi anak yatim dengan melakukan ishlah untuk mereka (QS al-Baqarah [2]: 220). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, kata ishlah yang dimaksud mencakup segala tindakan yang membawa perbaikan dan kebaikan. Mengutip pendapat Ibnu Asyur, perbaikan yang dimaksud bukan hanya bersifat fisik, melainkan semua bentuk perbaikan dalam akidah.

Hal itu dilakukan melalui pendidikan yang baik, mengajarkannya mengenal kehidupan, memelihara mereka dari segala bentuk penyakit, menolak bala dengan memenuhi segala kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, dan papan, serta memelihara dan mengembangkan harta mereka.

Di sisi lain, kata dia, Islam melarang keras tindakan merendahkan anak yatim dan menghardiknya sebagaimana dalam Alquran surah adh-Dhuha ayat ke-9. 

Jebolan doktoral tafsir Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir ini mengatakan, memperlakukan anak yatim secara tidak baik dan terhormat dipersamakan dalam surah al-Ma'un ayat 1-2 dengan mendustakan hari pembalasan.  

"Dengan kata lain, bersikap kasar terhadap anak yatim merupakan salah satu tanda mereka mendustakan hari pembalasan. Sebab keimanan akan adanya hari pembalasan menuntut seseorang untuk melakukan segala kebaikan, di antaranya tidak memperlakukan anak yatim dengan kasar," kata Ustaz Mukhlis, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (10/9) .

Dia menjelaskan, Rasulullah memberikan contoh perlakuan terhadap yatim. "Barang siapa mengusap kepala anak yatim (dengan penuh kasih sayang) karena semata-mata mengharap ridha Allah, maka setiap rambut yang diusap berpahala sekian kebaikan, dan barang siapa memelihara/mengasuh anak yatim, maka kedudukannya di surga berada di sisiku seperti halnya jari telunjuk dan jari tengah."

Melalui hadis ini, dia mengatakan Rasulullah SAW mengajak umatnya, melalui konsep kafalah, untuk mengasuh para yatim sepenuhnya agar mereka tetap mendapat cinta dan kasih sayang. 

Menurut Ustaz Muchlis, pandangan Islam menafkahi kerabat yang membutuhkan, termasuk yatim, memiliki keutamaan dua kali lipat. Keutamaan tersebut adalah keutamaan nafkah dan keutamaan menyambung silaturahim, yang memang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.  

Dalam surah al-Baqarah ayat 215 disebutkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saya harta yang kamu nafkahkan hendaknya diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya."

Pada ayat tersebut, anak-anak yatim lebih didahulukan daripada orang-orang miskin, sebab yatim bukan hanya membutuhkan materi untuk menyambung hidup, tetapi juga karena telah kehilangan pendidik dan pengasuh. 

Karena itu, Ustaz Mukhlis mengatakan sangat terpuji orang yang memberi makan anak yatim dengan rasa cinta. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah al-Insan ayat 5.

Sementara itu, dalam keadaan anak yatim tidak memiliki keluarga, masyarakat dan negara berkewajiban mengasuhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Barang siapa meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka hartanya untuk para ahli waris. Dan barang siapa meninggalkan anak dan tanggungan lainnya, maka itu menjadi tanggung jawabku."  

  

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement