Kamis 22 Aug 2019 05:24 WIB

Nyaba Karang, Metode Dakwah Silaturahim Ulama Kuningan

Nyaba karang dilakukan dengan silaturahim ke sesama warga.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi sekeluarga mengaji, mengaji sekeluarga, mengaji bersama, ngaji bersama
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi sekeluarga mengaji, mengaji sekeluarga, mengaji bersama, ngaji bersama

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Semasa hidupnya pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Mubtadiin, KH Muhammad Amsor dikenal sangat luwes dalam menjalin hubungan sosial dengan masyarakat. 

Hal itu membuatnya mudah untuk mensyiarkan Islam terutama di Kabupaten Kuningan. Menurut Pengasuh Pesantren Mansyaul Mubtadiin Kuningan, Kiai Didin Majdudin, ada satu metode dakwah yang membuat Kiai Amsor mudah diterima masyarakat. Yakni metode nyaba karang

Baca Juga

Menurut Kiai Didin, setiap harinya Kiai Amsor selalu berkunjung ke rumah-rumah warga selain untuk menjalin silaturahim, momen itu selalu digunakan untuk memberikan nasihat-nasihat kepada warga. Cara itu pun diajarkan kepada keturunan dan santri-santrinya yang mondok di Pesantren Mansyaul Mubtadiin.   

“Kalau dakwah di mimbar sih engga, tapi metodenya yaitu tadi nyaba karang. Dari satu rumah silaturahim ke rumah lain,” kata Kiai Didin saat berbincang dengan Republika,co.id pada Jum'at (2/8).   

 

Kiai Amsor dikenal santrinya sebagai guru yang sangat tegas dalam mendidik santri. Bahkan tak segan memberikan hukuman pada santrinya seperti mendorong drum air di jalan raya bila kedapatan tak melaksanakan shalat berjamaah.   

‘Macan Kuningan’ Itulah julukan yang disematkan warga pada Kiai Amsor. Sebab semasa hidupnya dia juga dikenal sebagai ulama yang kenal kompromi terhadap berbagai bentuk kemaksiatan.   

“Kalau ada orang di jalan lagi main kartu (judi) kelihatan itu langsung diambil sama Kiai Amsor, dikasih ke santrinya suruh dibakar. Julukannya itu macan Kuningan,” kata Kiai Didin.  

Kiai Amsor juga seorang ulama yang aktif menulis. Semasa hidupnya, telah membuat berbagai rangkuman tulisan kitab-kitab yang ditulisnya dengan bahasa Sunda.

Semisal rangkuman fikih, sejarah nabi, hingga ilmu gramatikal arab. Kiai Amsor lahir di Majalengka pada 1939. Dia pernah menimba ilmu di beberapa pesantren seperti Babakan Ciwaringin, Pesantren Kaliwungu Jawa Tengah, serta Baribis Majalengka. 

Pada 1972, Kiai Amsor mendirikan pesantren Mansyaul Mubtadiin. Dia wafat pada 23 Muharram 1430 H atau 20 Januari 2009. Setelah itu pesantren Mansyaul Mubtadiin dipimpin oleh putranya yakni KH Iwan Ridwan. Saat ini jumlah santri pesantren Mansyaul Mubtadiin mencapai 120 santri. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement