Rabu 21 Aug 2019 05:00 WIB

Kiai Alimudin Kuningan, Cinta Ilmu dan Penggerak Umat

Kiai Alimudin dikenal sebagai sosok dalam pemberdayaan masyarakat.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Foto KH Alimudin Manshur Pendiri Pesantren Manbaul Ulum Kuningan.
Foto: Republika/Andrian Saputra
Foto KH Alimudin Manshur Pendiri Pesantren Manbaul Ulum Kuningan.

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Nama KH Alimudin Manshur telah mendapat tempat tersendiri khususnya di hati warga Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan. Meski telah wafat 12 tahun lalu, jasa ulama yang akrab disapa Kiai Haromaen itu tak bisa terlupakan. 

Sebab setelah kehadirannya di Desa Silebu sekitar 1970-an, kehidupan warga Desa Silebu pun semakin religius. Banyak warga yang antusias menimba ilmu padanya. 

Baca Juga

Terlebih, Kiai Alimudin pun punya peran besar terhadap kemajuan pembangunan di Kecamatan Pancalang. 

Kiai Alimudin Manshur adalah putra dari seorang ulama sepuh di Kuningan yakni KH Manshur bin KH Nawawi Ciawi Gebang. Ibunya bernama Nyai Hj Siti Khodijah. Jika ditelusuri, KH Alimudin masih memiliki silsilah keturunan hingga Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.  

Di antara anak Kiai Manshur, sejak kecil Kiai Alimudin memiliki ketertarikan lebih untuk mendalami ilmu-ilmu agama yang telah diperoleh dari ayahnya. Sebab itu sejak kecil dia telah melanglang buana menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya.   

“Beliau sangat haus dengan ilmu, karenanya belajarnya tak hanya pada satu guru. Dari satu pesantren beliau belajar lagi ke pesantren lain,” kata KH Muhammad Hafir Idris salah satu putra Kiai Alimudin saat berbincang dengan Republika,co.id pada Selasa (20/8). 

Di antara pesantren yang pernah disinggahinya untuk menimba ilmu adalah pesantren Kadugede Kuningan, Pesantren Gentur Cianjur, Pesantren Babakan Ciwaringin, Pesantren Jagasatru Cirebon, Pesantren Benda Kerep, hingga beberapa pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Pondok Pesantren Al Azhar di Tagung, Kecamatan Sempu, Banyuwangi merupakan pesantren terakhir yang pernah disinggahinya menimba ilmu. Di pesantren itu pula, Kiai Alimudin dinikahkan dengan Nyai Shofiah yang tak lain adalah putri gurunya yakni KH Abbas Munadi.  

“Ulamanya sudah terlihat sejak muda, beliau sudah banyak dikenal dikalangan pesantren-pesantren,” kata Kiai Hafir.  

photo
Sekolah Tsanawiyah Ponpes Manbaul Ulum.

Setelah menikah, Kiai Alimudin terlebih dulu mengajar di Pesantren Al Azhar Tagung. Namun ayahnya yakni Kiai Manshur memintanya untuk bermukim di Kuningan guna meneruskan perjuangan dalam mensyiarkan Islam di Pancalang. 

Kala itu, baru sebagian kecil saja warga yang antusias mengikuti pengajian di surau Kiai Manshur. Setibanya di Kuningan, Kiai Alimudin langsung mendirikan pesantren pada 1973. Pesantren itu diberinya nama Pondok Pesantren Mambaul Ulum.   

“Karena beliau menuntut ilmu itu sangat lama, dari pesantren ke pesantren maka diambilah nama Manbaul Ulum yang berseri sumbernya ilmu. Karena beliau ingin apa yang telah diperolehnya bisa bermanfaat bagi orang banyak,” kata Kiai Hafir. 

Keberadaan pesantren perlahan-lahan membawa kehidupan warga di desa Silebu makin religius. Terlebih banyak kegiatan pesantren yang melibatkan warga sekitar. 

Tak hanya mendirikan pesantren, Kiai Alimudin begitu aktif dalam mendorong pembangunan di desa. Dari mulai mendorong infrastruktur pembangunan jalan, pemasangan aliran listrik, hingga pengadaan sarana olahraga. Keluwesannya dalam bersosialisasi pun  memudahkannya dalam merangkul masyarakat. Meski begitu, Kiai Alimudin merupakan sosok guru yang tegas dalam mendidik santri-santrinya.   

Sementara pesantren Manbaul Ulum perlahan-lahan mengalami kemajuan pesat. Pesantren itu bahkan bertransformasi menjadi Pesantren salaf yang sekaligus menyelenggarakan pendidikan formal tingkat diniyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, dan sekolah menengah atas. 

Santri mukim

Saat ini terdapat sekitar 100 santri yang bermukim di pesantren itu. Meski begitu, sejak masa kepemimpinan Kiai Alimudin, Pesantren Manbaul Ulum membuka pintu bagi masyarakat sekitar yang ingin mengaji namun tak bermukim atau santri kalong.  

Menurut Kiai Hafir jumlah santri kalong yang mengaji setiap malamnya mencapai 500 santri. Atas jasa Kiai Alimudin, pada 2017 Pemerintah Kabupaten Kuningan pun mencatat Kiai Alimudin sebagai salah satu ulama paling berpengaruh di Kuningan. 

Kiai Alimudin wafat pada 25 Juni 2007 atau pada 9 Jumadil akhir 1838 Hijriyah. Sepeninggalnya, pesantren Manbaul Ulum dipimpin oleh Putra ketiganya yakni KH Muhammad Hafir Idris.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement