Rabu 31 Jul 2019 10:04 WIB

Cara Rasulullah SAW Membahagiakan Anak Yatim

Rasulullah SAW menyuruh umatnya untuk mengasihi anak yatim

Nama-nama indah Rasulullah SAW.
Foto: republika
Nama-nama indah Rasulullah SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikri

Siang itu, di salah satu sudut Kota Madinah. Sejumlah anak kecil sedang asyik bermain. Semuanya mengenakan pakaian baru dan terlihat sangat gembira. Hari itu bertepatan dengan Idul Fitri. Agak jauh dari mereka, tampak seorang anak bersedih hati.

Baca Juga

Seorang lelaki dengan penuh saksama memperhatikan pemandangan ini, tak terkecuali si anak yang bersedih itu. Lelaki ini pun mendekatinya, kemudian bertanya, “Wahai ananda, mengapa engkau tak bermain seperti teman-temanmu itu?”

Dengan berurai air mata, si anak menjawab, “Wahai tuan, saya sangat sedih. Teman-teman saya gembira memakai pakaian baru dan saya tak punya siapa-siapa untuk membelikan pakaian baru.”

Lelaki ini kembali bertanya, “Di mana orang tuamu?”

Anak kecil ini mengungkapkan bahwa ayahnya telah syahid karena ikut berperang bersama Rasulullah SAW, sedangkan ibunya menikah lagi. Namun, semua harta ayahnya dibawa serta. Ayah tirinya lantas mengusirnya dari rumah.

Lelaki ini pun kemudian memeluk dan membelainya. “Wahai ananda, mau engkau kalau saya menjadi ayahmu, 'Aisyah sebagai ibumu, dan Fatimah menjadi saudarimu?”

Anak kecil itu awalnya terkejut, tetapi segera menyadari bahwa yang bertanya itu adalah Rasulullah SAW. Dia pun tampak sangat gembira. Nabi SAW lalu membawa anak itu ke rumah dan memberikan pakaian yang layak untuknya.

Beberapa saat kemudian, si anak kembali menemui teman-temannya. Tak seperti sebelumnya, kini dia tampak sangat bahagia, plus dengan mengenakan pakaian yang lebih baru.

Menyaksikan itu, teman-teman sebayanya heran. Si anak menjawab, “Kemarin aku lapar, haus, dan yatim. Tetapi, sekarang aku bahagia karena Rasulullah SAW menjadi ayahku. 'Aisyah ibuku. Ali pamanku dan Fatimah saudariku. Bagaimana aku tak bahagia?”

Kini, giliran teman-temannya itu yang bersedih. Mereka ingin seperti si anak yang beruntung itu.

Bertahun-tahun kemudian, Rasulullah SAW wafat. Anak itu suatu hari menangis dan bersimpuh di atas pusara Nabi SAW.

“Ya Allah, hari ini aku menjadi yatim yang sebenarnya. Ayahku yang sangat mencintaiku sudah tiada. Apakah aku harus hidup sebatang kara lagi?”

Tak jauh dari sana, Abu Bakar ash-Shiddiq lewat. Sosok khalifah pertama itu lantas menghampirinya sambil membujuk dan memeluknya.

Abu Bakar pun berkata kepadanya, “Akulah yang akan menjadi pengganti ayahmu yang sudah tiada.”

Kisah yang diriwayatkan Anas bin Malik itu memberikan pelajaran bahwa menyantuni, memelihara, dan mengasuh anak yatim merupakan tanggung jawab kita semua.

Kita umat Islam berkewajiban untuk memberinya makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak, serta pendidikan yang memadai hingga mereka dewasa.

Rasulullah SAW adalah teladan umat manusia. Beliau sangat mengasihi dan menyayangi anak-anak yatim. Dalam salah satu sabdanya, Rasul menjelaskan bahwa kedudukan orang yang memuliakan, menyantuni, dan mengasihi anak yatim akan mendapatkan surga yang jaraknya bagaikan jari telunjuk dan jari tengah.

Demikian pula, Rasul SAW sangat melarang menelantarkan anak yatim. Dalam Alquran, Allah SWT mengecam orang-orang yang suka menghardik anak yatim dan enggan memberi makan fakir miskin. Allah menyebut mereka itu sebagai pendusta agama. (QS al-Ma'un [105]: 1-5). Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement