Senin 22 Jul 2019 13:00 WIB

Memahami Pemikiran Said Nursi

Pemikiran Nursi banyak tertuang dalam karyanya yang berjudul Risalah Nur.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Prof Ahmet Karacik sedang memaparkan pendapatnya tentang Said Nursi dalam seminar di INSISTS Jakarta pada Senin (15/7)
Foto: Istimewa
Prof Ahmet Karacik sedang memaparkan pendapatnya tentang Said Nursi dalam seminar di INSISTS Jakarta pada Senin (15/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badiuzzaman Said Nursi adalah cendekiawan Turki dengan ide-ide yang fundamental dan komprehensif. Pemikiran Nursi banyak tertuang dalam karyanya yang berjudul Risalah Nur yang meski ditulis pada abad ke-20 masih relevan dengan kondisi umat Islam yang hidup saat ini.

Dalam biografi intelektualnya, Said Nursi menjadi figur penting dalam dunia Islam berkat pengaruhnya yang kuat. Dengan cara yang efektif dan luar biasa, dia menyajikan kekuatan intelektual, moral, dan rohani Islam.

Dengan kepribadian dan karakternya yang mengagumkan, membuat pengaruhnya terasa sampai saat ini. Gagasan dan aktivitasnya dapat memberikan inspirasi untuk melakukan gerakan pembaharuan demi kemajuan dan berkembangnya dunia Muslim.

Direktur Pascasarjana Yildiz Technical University Turki, Prof Alparslan Acikgenc, mengatakan, pemikiran Said Nursi bisa menjadi model bagi kehidupan sosial di zaman modern ini. Khususnya, terkait dengan dimensi spiritual manusia. Menurut dia, jika ingin memahami sifat dan spiritual manusia, harus memahami Risalah Nur secara menyeluruh, tidak setengah-setengah.

"Saya akan mencoba menunjukkan bagai mana pemikiran Nursi ini bisa menjadi model kehidupan sosial di dunia modern,"ujar Alparslan saat menjadi pembicara seminar internasional bertajuk Said Nursi's Legacies for 21st Century Muslim World di Kantor INSIST, Jakarta Selatan, Senin (15/7).

Kehidupan modern saat ini kerap menafikan spiritual, termasuk dalam kaitannya dengan ilmu pengetahun atau sains. Prof Alparslan menjelaskan, spiritualitas manusia sebagai dimensi tercermin pada cara berpikir manusia. Dia pun menunjukkan empat tahapan cara berpikir manusia.

Pertama adalah concrete thinking, yaitu tahapan yang diibaratkan seperti cara berpikir bayi. Menurut dia, ketika masih bayi manusia belum dapat berpikir dengan konsep. Dalam memahami sesuatu, bayi itu hanya bisa memahami hal yang disodorkan ke padanya. Alparslan biasa menyebut tahapan ini sebagai cara berpikir yang menggunakan tangan dan kaki.

Kedua, perceptive thinking. Pada tingkatan ini manusia sudah bisa menggunakan pendekatan komprehensif dan merupakan langkah pertama menuju pemikiran abstrak. Cara berpikir seperti ini kemudian menghasilkan conceptual thinking yang merupakan cara berpikir manusia selanjutnya.

Pada tahap yang ketiga tersebut manusia sudah tumbuh dewasa dan mampu memahami ide-ide abstrak. Sebagian besar filsuf menganggap bahwa conceptual thinking sebagai cara berpikir tertinggi. Padahal, dalam peradaban Islam terdapat tingkat an yang lebih tinggi, yaitu spiritual thinking.

Menurut dia, pada tingkatan terakhir inilah manusia mampu menggunakan kemampuan spiritualnya, yang disebut lat haif. Cara berpikir terakhir inilah yang mewakili dimensi spiritual manusia, ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement