Senin 15 Jul 2019 21:02 WIB

Hak Tetangga dalam Islam

Islam melarang seorang Muslim berbuat jahat terhadap tetangga

Umat Islam mendengarkan ceramah agama di masjid (ilustrasi).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Umat Islam mendengarkan ceramah agama di masjid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Pardan Syafrudin     

"Demi Allah, tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhori Muslim) Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu terhadap yang lainnya. Pantas kiranya jika seseorang saling memperhatikan sesamanya, saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan saling harga-menghargai.

Baca Juga

Islam adalah agama yang membawa keberkahan bagi semua umat manusia, yang menghormati serta menghargai buah karya manusia. Islam mengatur manusia tidak hanya bersifat sementara (duniawi), tetapi juga berorientasi ke depan (ukhrawi). Islam tidak hanya mementingkan materi, tetapi juga memperhatikan norma-norma kehidupan (moral).

Demikianlah Islam tidak hanya berhubungan dengan Sang Khalik (hablum minal-laahi), tetapi juga mengutamakan hubungan sosial (hablum minan-naas). Bertetangga adalah suatu keharusan, sebagai konsekuensi kita sebagai mahluk sosial. Ajaran Islam sarat dengan pesan-pesan yang mengarahkan kita untuk menata kehidupan bertetangga. Islam sangat memperhatikan hal ini, bahkan memberikan aturan main demi tercapainya masyarakat yang kondusif.

Islam melarang sesama tetangga saling berselisih, saling menyakiti, egois, individualistis, dan apriori. "Wahai Abu Dzar," kata Nabi saw, "Jika kamu memasak sayur, maka perbanyaklah airnya, dan berilah tetanggamu bagian dari sayur itu." (HR Muslim) Bahkan dalam suatu riwayat, Rasulullah saw mengecam satu tetangga yang menyakiti tetangganya, dan mengategorikan orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. (HR.Bukhori).

Dari hadits tersebut, ada tiga catatan penting untuk kehidupan bertetanngga. Pertama, Islam menanamkan sikap saling tolong-menolong dalam bertetangga dan menjauhi sifat individualistis. Kedua, selalu berbuat baik (saling memperhatikan) sesama saudara dekatnya (tetangga). Ketiga, hak tetangga harus kita dahulukan daripada saudara senasab yang jauh letak geografisnya serta melarang sifat apriori.

Alangkah mulia ajaran Islam yang menanamkan solidaritas yang tinggi terhadap sesama (tetangga). Rasulullah sebagai suri teladan bagi umatnya memberikan uswah untuk selalu memberikan hak dan memperhatikan kebutuhan tetangganya, walau berlainan aqidah (keyakinan). Sebagaimana sahabat Abdullah bin Umar, ketika menyembelih kambing, menghadiahkan kepada tetangganya yang beragama yahudi (HR. Bukhori).

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement